Langsung ke konten utama

Sakha Abhiru Putra (part 2: Persalinan)

Sekitar jam 4.30 sore aku kabarin suami aku kalau aku sudah merasakan kontraksi intens. Suami tadinya mau jemput anak-anak dulu yang lagi ngaji di masjid. Tapi lalu ternyata adik ipar aku mau bantu jemput anak-anak, jadi suami langsung ke rumah jemput aku untuk segera ke klinik. Setelah angkut semua tas ke mobil, aku sama suami dan Kiana pergi ke rumah mama aku untuk nitipin Kiana dan minta doa dari mama papa. Akhirnya menjelang magrib aku dan suami pergi ke Klinik Mutiara Cikutra, tempat yang kami pilih jadi tempat bersalin. 


Sekitar jam 6.30 malam kami tiba di KMC dan langsung disambut sama bidan jaganya. Aku dan janin langsung diperiksa di ruang observasi, dicek denyut jantung janin, frekuensi kontraksi, dan gerakan janin. Pembukaan juga dicek dan ternyata sudah bukaan 4. Bidannya langsung memperkirakan, karena sudah anak ke-4 sepertinya bukaan akan bertambah 1 cm setiap setengah jam, jadi kira-kira bayi akan lahir sekitar jam 10 malam.


Entah kenapa persalinan kali ini aku santuy banget, nggak pake deg-degan atau khawatir apaaa gitu. Rasanya pas persalinan sebelumnya ada saja pikiran macam-macam, tapi kali ini sungguh perasaan aku santai banget. Pas bidan bilang perkiraan lahir jam 10 juga aku cuma berpikir “oh okey, 3 jam lagi”.


Selesai diperiksa di ruang observasi, aku dibolehkan untuk masuk kamar rawat. FYI di KMC ini pilihan kelasnya ada VIP, kelas 1 premium, kelas 1, dan kelas 2. Kebetulan saat itu nggak ada ibu lain yang akan atau sudah bersalin, jadi aku bebas pilih kamar karena semua ruangan kosong. Dulu Dinand lahir di ruang VIP karena saat itu penuh dan tidak ada pilihan kamar lain. Saat persalinan Kiana aku pilih ruang kelas 1 premium. Sementara sekarang aku pilih kelas 1. Ternyata semakin menurun ya pilihan kelasnya. Yaaa,, alasannya nggak jauh-jauh dari urusan dompet sih. Karena semakin banyak anak kan semakin banyak pengeluaran ya, jadi bagian mana yang bisa diirit ya kita irit. Hahaha… Tapi kenyamanan dan pelayanan mah sama, cuma besar ruangan kamarnya saja yang beda. Dan menurutku itu nggak terlalu penting sih. Toh pasti aku lebih banyak tiduran saja pasca persalinan, nggak perlu ruangan yang besar juga kan. Dan di semua ruangan suami juga bisa tetap tidur nyaman, jadi bukan kamar VIP pun nggak masalah.


Di kamar lalu aku ganti baju pakai kimono untuk memudahkan persalinan, dan aku dipersilakan menunggu gelombang cinta di dalam kamar saja. Sempat ditinggal suami untuk beli makan malam, kontraksi perlahan terasa semakin kuat tapi masih sangat bisa ditahan. Menjelang jam 8 bidan yang sebelumnya memeriksa aku datang dan memberitahu bahwa itu waktunya pergantian shift, jadi yang menangani persalinan aku nanti akan beda orangnya. 


Oh iya, untuk persalinan kali ini aku memang sengaja pilih untuk bersalin dibantu bidan saja, tidak didampingi dokter kandungan. Selain lagi-lagi perkara dompet (hahaha), aku juga merasa sepertinya aku sudah cukup punya pengalaman untuk bersalin sama bidan saja. Toh berdasarkan pengalaman juga sepertinya saat persalinan itu peran bidan dan dokter sama-sama saja. Sama-sama membantu ngecek bukaan, lalu membantu kasih arahan untuk mengejan ketika bukaan lengkap, membantu mengeluarkan bayi lalu plasenta, dan terakhir menjahit (kalau perlu) dan membersihkan rahim. Bidan juga bisa, nggak harus sama dokter. Beda cerita kalau kontrol kandungan, bidan kan nggak pakai alat USG ya, jadi kalau kontrol selama hamil ya ke dokter.


Alhamdulillah, Allah benar-benar mengabulkan doaku sepanjang hamil: semoga persalinan aku bisa mudah dan murah. Alhamdulillah, bisa lebih murah karena aku bisa bersalin hanya dibantu bidan, dan ternyata persalinannya pun terhitung sangat mudah. Padahal 3 persalinan aku sebelumnya juga bisa dibilang cukup mudah dan cepat, tanpa penyulit ataupun masalah berarti. Tapi persalinan kali ini ternyata lebih mudah lagi. 


Tidak terlalu lama sejak bidan sebelumnya bilang akan ganti shift, datang 2 bidan yang berjaga malam itu, yaitu bidan Elin dan bidan Hellin. Aku dicek bukaan, yang ternyata sudah bukaan 6. Kedua bidan lalu keluar lagi setelah sebelumnya berpesan untuk memanggil mereka begitu mulai ada rasa ingin mengejan. Saat itu kontraksi makin terasa sakit walau masih bisa aku tahan dengan baik. Setidaknya aku belum butuh tangan suamiku atau tiang besi untuk aku remas kuat-kuat supaya rasa sakit kontraksi bisa teralihkan.


Sekitar jam 9 rasa ingin mengejan mulai muncul, jadi aku minta tolong suami untuk memanggil bidan. Setelah bidan datang, aku diminta untuk pindah ke ruang bersalin. Dengan kontraksi yang makin intens dan dorongan mengejan makin berasa, aku tertatih-tatih berjalan dari kamar ke ruang bersalin. Di ruang bersalin barulah aku merasa butuh tangan suamiku untuk diremas kuat-kuat karena rasa ingin mengejan makin kuat tapi pembukaan belum lengkap jadi belum boleh mengejan. Oh iya, teknik pernapasan yang aku lihat dari instagram KMC untuk membantu menahan keinginan mengejan ternyata juga sangat membantu. Ini sudah persalinan ke-4, tapi aku baru tahu loh ada teknik pernapasan seperti ini. Hahaha… 


Dorongan untuk mengejan semakin kuat dan aku mulai banyak merintih tiap kontraksi datang, sampai akhirnya bidan bilang “coba kita pecahin ketubannya ya, barangkali bisa langsung nambah bukaannya.” Lalu bidan pun mencoba memecahkan ketuban dan langsung byar tumpahlah itu air ketuban. Kontraksi makin maknyus dan aku bolak balik nanya “belum boleh ngedeeeennn?” Tapi ternyata bidan masih bilang tunggu dulu. 


Tapi nggak terlalu lama berselang setelah pecah ketuban, bidannya bilang “oke bu, sekarang ibu ikutin arahan dari saya ya untuk ngedennya.” Dengar itu rasanya aku bersyukur sekali karena nggak harus nahan untuk mengejan lagi, yang luar biasa susah itu. Pas kontraksi datang, aku langsung tarik napas panjang dan mengejan panjang. Tapi di hitungan ke-5 bidan minta aku berhenti mengejan dan malah nyuruh batuk. Aku batuk sekali, dua kali, terasa kepala bayi sudah keluar, dan di batuk yang ketiga terasa seluruh badan bayi berhasil ditarik keluar. Alhamdulillah, Sakha berhasil lahir… 





Suara tangisan bayi saat itu terasa merdu sekali buat aku, karena menandakan bagian tersulit dari persalinan sudah berhasil aku lewati. Ciuman di kening aku dari suami bikin aku rileks lagi setelah melewati beberapa jam kontraksi. Sambil memperhatikan bidan Elin yang mengurus bayi, aku berpikir bahwa sepertinya persalinan kali ini adalah persalinan yang paling mudah dan cepat, karena rasanya sebentar sekali aku merasakan bagian terberatnya: nahan ngeden. Rasanya persalinan sebelum-sebelumnya itu part nahan ngeden bisa sampai hitungan jam, tapi yang ke-4 ini kayanya setengah jam pun nggak sampai. Rasanya persalinan ini smooth banget saja gitu. 


Tapi ternyata persalinannya belum selesai! Masih ada plasenta yang harus aku “lahirkan” juga. Di persalinan sebelumnya aku nggak merasa ada kesulitan sedikitpun di proses ini, seperti nggak perlu effort apapun gitu. Tapi kali ini, plasenta sempat lama nggak keluar, sampai bidan Hellin yang awalnya membantu proses “kelahiran” plasenta minta tukar posisi dengan bidan Elin yang lebih senior yang sedang mengurus bayi aku yang baru lahir.


Sambil berusaha mengeluarkan plasenta, bidan Elin berkomentar tentang darah yang terlihat banyak sekali. Aku sih nggak tahu ya, dan nggak ingin lihat juga sih darahnya sebanyak apa, tapi sepertinya bidannya agak khawatir aku bisa mengalami pendarahan. Katanya karena ini sudah persalinan keempat, dan proses penambahan bukaan tadi juga terhitung cepat, jadi resiko pendarahan lebih tinggi.


Ketika plasenta akhirnya berhasil dikeluarkan setelah agak lama, bidan Elin bilang sepertinya rahimnya belum bersih. Lalu bidan minta ijin untuk membersihkan rahim. Astaghfirullah,, ternyata sakiiiittttt… Kebayang ga sih, bersihinnya tuh diobok-obok loh! Kalau lagi periksa dalam untuk cek bukaan saja rasanya sudah nggak nyaman kan, bahkan kadang ada nyerinya? Nah ini jauh lebih sakit daripada sekedar periksa dalam. Dan nggak cukup sekali tangan bidannya masuk untuk membersihkan rahim, tapi sampai 3 kali! Astaghfirullah,, aku beneran shock ternyata masih harus kesakitan banget bahkan setelah bayinya berhasil lahir. Aku rasanya ingin teriak bilang “udaahh stoooppp”, tapi nggak bisa juga karena yang aku tahu rahim yang nggak bersih itu bisa berbahaya buat ibu yang baru melahirkan.


Setelah bidan merasa rahim sudah “bersih”, bidannya masih agak khawatir karena merasa kok mulut rahimnya masih terbuka, padahal harusnya setelah lewat beberapa lama dari bayi keluar ya sudah mulai menutup. Jumlah darah yang masih cukup banyak juga masih membuat bidan agak khawatir, jadi akhirnya bidan memberi obat lewat infus dan lewat dubur untuk menahan pendarahan juga untuk membantu mulut rahim menutup. Dan hebatnya, kali ini malah aku bisa melahirkan tanpa jahitan loh! Ternyata benar ya yang sering aku dengar, persalinan sama bidan itu malah lebih “gentle” daripada sama dokter. 


Setelah urusan rahim aku selesai, akhirnya Sakha yang sudah selesai dibersihkan, divaksin, sampai diadzani oleh ayahnya itu dibawa ke pelukan aku untuk IMD. Masih, rasanya masih sama amazing-nya seperti saat kelahiran anak pertama kedua dan ketiga. Bisa merasakan hangatnya kulit bayi di dada aku setelah selama 9 bulan aku “gendong” di dalam perut, rasanya sungguh amazing. Melihat gerakan dari tangan dan kaki mungilnya juga rasanya masih amazing. MasyaAllah, kuasa Allah memang luar biasa dalam penciptaan makhlukNya. 


Selama IMD dan Sakha ada di atas dada aku, ada sedikit perasaan bersalah karena di awal kehamilan aku sempat kesulitan menerima kehadiran bayi ini. Tapi ternyata begitu mendengar suara tangisnya, memegang tangan mungilnya, dan memeluk tubuh hangatnya, aku langsung berpikir: wow, he is so adorable. So adorable. Maafin bunda ya, nak, karena sempat malah stres pas kamu hadir. Padahal kamu ternyata baik sekali. Sepanjang kehamilan nggak ngerepotin, pas persalinan juga mudah banget, selama IMD pun anteng banget.


Setelah hampir 1 jam IMD, bidan datang lagi dan mengambil Sakha lalu membantu aku membersihkan diri dari darah persalinan. Lalu aku dibantu bangun dari kasur bersalin untuk pindah ke kamar. Aku masih ingat rasa remuknya punggung dan pinggang aku ketika selesai persalinan Kiana, remuk karena usaha menahan supaya nggak mengejan sebelum bukaan lengkap. Tapi di persalinan Sakha kali ini pas bidan membantu aku bangun, badan aku rasanya baik-baik saja. Cuma lelah saja tapi nggak sampai terasa remuk. Ya mungkin karena proses nahan mengejarnya memang jauh lebih sebentar.


Begitu sampai kamar aku mencoba untuk tidur dan istirahat. Tapi mules kontraksi rahimnya masih berasa banget, jadi susah untuk bisa tidur nyenyak. Baru setengah jam tidur, kontraksinya terasa menyakitkan jadi terbangun lagi. Begitu terus. Ditambah lagi darah masih keluar banyak sekali, sampai kasur juga banjir darah meski aku sudah pakai pembalut night. Jadi aku juga masih mengganggu tidurnya suami karena untuk bolak-balik ke kamar mandi aku masih butuh bantuan bawa tiang infus. 


Untungnya Sakha semalaman juga super anteng nggak bersuara, jadi aku nggak harus berdiri gendong-gendong bayi tengah malam. Di malam pertama itu bahkan sampai siangnya Sakha belum terlihat kelaparan, karena anteng saja nggak pernah nangis. Disodorin nenen juga diam saja nggak terlihat ingin nyedot. Dan kebetulan memang ASI aku belum keluar juga sih. Sampai siangnya bidan coba ngecek reflek hisapnya ada atau nggak karena kok nggak pernah mau nyedot walau disodorin nenen. Tapi ternyata reflek hisapnya ada, jadi mungkin ya memang belum lapar saja.


Karena aku memilih persalinan sama bidan, jadi bermalam di kliniknya hanya semalam saja. Alhamdulillah setelah infus dilepas juga aku sudah bisa ke kamar mandi sendiri. Badan sudah jauh lebih nyaman walau mules kontraksi masih lumayan terasa. Oh dan ternyata persalinan tanpa jahitan itu terasa banget bedanya, pergerakan aku jadi nyaman banget pasca bersalin. Kalau dulu duduk nggak nyaman, bergerak pun harus perlahan karena ada nyeri di tempat jahitan. Sekarang duduk posisi bagaimanapun nyaman, bergerak juga nyaman saja karena nggak ada luka. Aku semakin bersyukur karena persalinan kali ini sungguh benar-benar gentle, jadi memudahkan sekali untuk aku kembali menjalani rutinitas seperti biasanya.


Setelah menghabiskan makan malam (yang diantar ke kamar sekitar jam 15.30 sore), suami menyelesaikan urusan administrasi dan akupun dicek kondisi terakhirnya sama bidan. Dan aku pun lalu pulang ke rumah mama dengan kondisi sudah cukup pulih pasca persalinan. Alhamdulillah,, bisa kumpul lagi sama 3 kakaknya Sakha. Mereka juga alhamdulillah bisa menerima kehadiran Sakha dengan baik, ikut sayang dan mencium-cium Sakha juga. 


Jadi, setelah melewati persalinan Sakha yang terasa sangat smooth, apakah perjalanan membesarkan Sakha akan se-smooth persalinannya? Hmmm,, jangan terlalu berharap bun. Hari-hari dengan 4 anak yang penuh gejolak dan kejutan seperti roller coaster sudah menunggumuuuuu… Semangat buunnn!

Komentar

Popular Posts

Garuda di Dada Timnas -> Salah??

Ada yang mempermasalahkan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas Indonesia. Padahal, timnas Indonesia sendiri lagi berjuang mengharumkan nama Indonesia di ajang Piala AFF 2010.  Ini 100% pendapat pribadi aja yah.. Apa sih yang salah dengan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas? Bukannya dengan adanya lambang Garuda di dada itu berarti mereka yang ada di timnas bangga jadi Indonesia dan bangga bisa berlaga di ajang internasional dengan membawa nama Indonesia? Bukannya dengan membawa lambang Garuda di dada itu berarti mereka akan makin semangat untuk main di lapangan hijau karna membawa nama besar Indonesia? Dan itu berarti Bang BePe dan kawan2 itu akan berusaha lebih keras untuk membuat semua warga Indonesia bangga? Pernah liat timnas maen di lapangan hijau? Pernah liat mereka rangkulan sambil nyanyiin lagi wajib INDONESIA RAYA? Pernah merhatiin ga kalo mereka sering mencium lambang Garuda yang ada di dada mereka setiap abis nyanyiin lagu INDONESIA RAYA? Pernah juga ga merha

Makanan Favorit di Setiap Masa "Ngidam"

Setelah bulan lalu saya gagal setoran karena kesulitan mencari waktu untuk menulis di sela-sela perubahan ritme kehidupan selama ramadan, bulan ini saya tidak mau lagi gagal setoran tulisan. Kebetulan tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah tentang makanan favorit.  Sebenarnya kalau ditanya apa makanan favorit saya, jujur bingung sih jawabnya. Karena saya bisa dibilang pemakan segala. Buat saya makanan hanya ada yang enak atau enak banget. Hehe… Jadi kalau disuruh memilih 1 makanan yang paling favorit sepanjang masa, ya susah. Makanya ketika beberapa minggu belakangan ini saya sering terbayang-bayang satu jenis makanan, saya jadi terinspirasi untuk menjadikan ini sebagai tulisan untuk setoran tantangan bulan ini. Iya, saya memang sedang sering ngidam. Ngidam kurang lebih bisa diartikan keinginan dari seorang ibu hamil terhadap sesuatu, umumnya keinginan terhadap makanan. Ngidamnya setiap ibu hamil juga beda-beda, ada yang ngidamnya jarang tapi ada juga yang sering

Mama sang Wonder Woman

Mama adalah segalanya.. Mama adalah Wonder Woman terhebat yang pernah ada di dunia ini.. :) Di keluargaku, dan sepertinya juga hampir sebagian besar keluarga, mama merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam urusan rumah. Segala urusan rumah dari mulai cuci baju, cuci piring, bersih-bersih rumah, masak, dan sebagainya itu semuanya mama yang urus.. Anggota keluarga yang lain seperti suami dan anak-anaknya mungkin juga ikut membantu, kadang bantu mencuci, bersih-bersih, ato urusan rumah lainnya. Tapi tetap saja kalau dihitung-hitung, pasti porsinya jauh sama yang biasa dikerjakan mama. Belakangan ini aku lebih sering ada di rumah. Dan dengan semakin seringnya ada di rumah, semakin aku mengerti sibuknya mama di rumah mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebagai seorang anak, pastinya sudah jadi kewajiban aku untuk bantu mama dalam mengurus rumah yang juga aku tinggali. Dengan aku sering ikut membantu mama melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, aku jadi tahu bah