Menyambung tulisan sebelumnya tentang tren flexing di media sosial, membuat media sosial dapat menjadi tempat yang bisa membawa pengaruh yang kurang baik. Orang dewasa saja bisa terpengaruh, apalagi anak-anak atau remaja yang masih belum terlalu paham soal baik dan buruk.
Para influencer di media sosial yang seharusnya bisa membawa pengaruh ke arah yang lebih baik malah kadang bisa menjerumuskan. Gaya hidup hedon yang ditunjukkan bisa membentuk pola pikir yang salah bagi orang yang melihatnya. Yaitu pola pikir untuk selalu mendewakan materi, dan menganggap materi dan kemewahan adalah yang utama untuk mencapai kebahagiaan. Padahal seperti yang sudah saya sebut di tulisan sebelumnya, kunci kebahagiaan yang sebenarnya bukan berada pada materi.
Perubahan Standar Hidup
Kemewahan yang ditunjukkan orang di media sosial sebenarnya bisa saja palsu, hanya dibuat demi konten atau menaikkan engagement. Sekedar foto atau video beberapa menit tentu tidak bisa menggambarkan keseluruhan hidup seseorang yang sebenarnya kan? Namun bagi mereka yang kurang paham, flexing itu bisa mengubah standar hidup mereka dari yang tadinya sederhana saja menjadi harus bermewah-mewah.
Awalnya mungkin seseorang tidak masalah kalau tidak menggunakan barang branded, tapi lama kelamaan ia seperti kebakaran jenggot ketika melihat konten orang lain yang flexing menggunakan barang branded yang belum ia punya. Standar hidup yang naik ini tentu akan merepotkan jika kemampuannya tidak mumpuni. Ketika keinginan tidak sebanding dengan kemampuan, lalu apa yang dia lakukan untuk memenuhi keinginannya?
Pinjol Sebagai Jalan Pintas Menyesatkan
Saat ini muncul tren menggunakan pinjol alias pinjaman online untuk menutupi kebutuhan (dan keinginan) seseorang. Syaratnya juga dibuat jauh lebih mudah dibandingkan pinjaman ke bank, sehingga semakin banyak orang yang tertarik menggunakan jasanya. Bahkan cukup lewat gawai saja sudah bisa mendapat pinjaman dana. Apalagi pinjol ilegal yang tidak diawasi OJK, biasanya tidak menetapkan syarat ribet supaya banyak yang mau menggunakan jasanya.
Nyatanya pinjol tersebut menjerumuskan karena menetapkan bunga yang tinggi sehingga memberatkan para pengguna jasanya. Mereka yang kurang paham atau berpendidikan rendah sering menjadi target empuk dari penyedia pinjol ini, karena mereka cenderung iya-iya saja ketika diberi penawaran oleh penyedia pinjol.
Di tahun 2024 kemarin banyak sekali cerita kasus orang-orang yang terjerat pinjol. Mulai dari yang stres, mencari jalan keluar dengan mencuri, hingga bunuh diri akibat dikejar-kejar debt collector. Awalnya pinjol mungkin dikira akan menjadi jalan keluar bagi mereka ketika menghadapi kesulitan ekonomi. Nyatanya hanya menambah masalah baru yang lebih rumit, karena banyak yang bilang bahwa cara penyedia pinjol menagih hutang sunggu intimidatif.
Pinjol mungkin memang bisa membantu mendapat kebutuhan (atau keinginan) kita saat itu. Tapi yang namanya pinjaman itu harus dibayar, kan? Apa sebelumnya sudah betul-betul dipikirkan sumber dana untuk mencicil hutang pinjaman itu? Belum lagi ada bunga yang harus dibayar juga yang membuat jumlah cicilan yang harus dibayar semakin besar. Apalagi kalau ada denda jika pembayaran terlambat, tambah bertumpuk teruslah hutangnya. Apa yakin sudah diperhitungkan?
Yang lebih membuat sedih dari kondisi ini adalah ada banyak orang yang mengajukan pinjaman HANYA untuk memenuhi keinginannya bergaya hidup mewah. Mereka sebenarnya tidak mampu, tapi memaksa membuka pinjaman supaya terlihat keren dan diterima di lingkungan yang diinginkannya. Apalagi tanpa perhitungan yang matang sehingga akhirnya pinjaman sulit dilunasi. Bisa flexing terlihat keren tapi terlilit hutang, apanya yang keren sih?
Iklan Pinjol Pada Mobile Games
Satu hal lagi yang juga meresahkan terkait pinjol, yaitu iklannya. Saya kadang suka bermain game ringan di handphone saat iseng. Game gratisan yang kadang perlu melihat iklan dulu untuk naik level atau untuk mendapat bonus. Iklannya kadang bisa di-skip setelah beberapa detik, tapi kadang harus ditonton sampai selesai. Tidak jarang iklan yang saya lihat adalah iklan aplikasi pinjaman online.
Mobile game yang saya mainkan itu sangat bisa untuk dimainkan oleh anak-anak, termasuk anak-anak saya juga suka ikut memainkannya. Namun mengapa iklan yang muncul malah iklan aplikasi pinjol? Rasanya kan kurang relevan ya.
Iklan yang muncul terus menerus meski tidak terlalu diperhatikan, lama kelamaan bisa tersimpan juga di memori siapapun yang melihatnya. Lalu ketika suatu saat nanti berada dalam kondisi butuh (atau sekedar ingin) dana, bisa saja teringat pada iklan tersebut lalu terpengaruh untuk meminjam lewat aplikasi tersebut.
Penutup
Meminjam dana melalui aplikasi online memang boleh-boleh saja, apalagi jika memang butuh untuk keperluan yang penting. Aplikasi pinjaman online juga banyak yang sudah terdaftar di OJK, sehingga relatif aman dan terpercaya. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah sebelum memutuskan mengambil pinjaman online supaya benar-benar diperhitungkan matang tentang kemampuan untuk pengembaliannya. Jangan sampai pinjol hanya menambah beban hutang yang tidak bisa dibayar.
Juga harus diingat bahwa pinjaman sebaiknya hanya digunakan untuk kebutuhan yang penting, bukan hanya sekedar keinginan untuk memenuhi gaya hidup tertentu. Jika memang tidak mampu untuk mengikuti gaya hidup hedon, ya jangan memaksa dengan mengambil pinjaman. Hidup sederhana akan lebih tenang dibandingkan hidup mewah tapi punya hutang.
Lalu jika merasa harus bergaya hedon untuk diterima di lingkungan tertentu, ganti circle pertemanan saja. Cari circle baru yang bisa menerima apa adanya. Pertemanan yang baik adalah yang saling mendukung apapun kondisinya, bukan memaksa orang lain untuk mengikuti standar hidup tertentu meski harus berhutang.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Level Up Mamah Gajah Ngeblog periode Februari-April 2025.
Pinjol itu sama dengan rentenir sebenarnya. Anehnya, kok malah dilegalkan. Harusnya dihapuskan saja.
BalasHapus