Assalamualaikum..
Walaupun agak terlambat, tapi karena masih ada di bulan Syawal, boleh dong yaa ngucapin Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Taqobbalallahu minna wa minkum, semoga semua amal ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan kemarin diterima oleh Allah SWT dan menjadi tabungan pahala yang besar untuk kita di akhirat nanti. Amiin ya robbal alamiin..
Numpang mejeng :)
Sedih ya Ramadhan tahun ini sudah berakhir, dan lebih sedih karena ini sudah kedua kalinya kita merasakan Ramadhan dalam suasana pandemi, membuat kita lebih terbatas dalam melaksanakan ibadah. Terlebih lagi, hari raya lebaran yang biasanya merupakan ajang silaturahim keluarga besar, bertemu saudara-saudara yang sudah berbulan-bulan tidak berjumpa, sekarang tidak bisa leluasa kita lakukan. Ingin berjumpa nenek dan saudara-saudara lain yang tinggal di luar kota, terpaksa harus ditunda karena pandemi masih menghantui. Alhamdulillah saya masih bisa bertemu dengan sebagian keluarga yang sama-sama tinggal di Bandung, tapi tetap kurang rasanya jika dibandingkan dengan lebaran biasanya yang sudah menjadi rutinitas selama lebih dari 30 tahun.
Tapi meski masih ada yang terasa kurang, Idul Fitri tetaplah hari raya yang istimewa, dan harus disambut dengan sukacita serta penuh kesyukuran dan kebahagiaan. Nah, salah satu sumber kebahagiaan yang paling umum apa cobaaa? Iyess,, makanan! Nggak bisa dipungkiri, makanan sering jadi "obat" kalau lagi bad mood, kan? Hehe.. Dan lebaran tentu saja bukan lebaran namanya kalau meja makan nggak dipenuhi oleh aneka jenis makanan, dari mulai makanan berat sampai makanan ringan.
Setiap daerah dan setiap keluarga punya jenis makanan yang berbeda yang biasanya selalu ada di setiap perayaan Idul Fitri. Misalnya saja di keluarga saya dan keluarga suami, berbeda jenis makanan yang disantap saat lebaran. Di keluarga saya terbiasa menyantap ketupat dengan lauk aneka makanan berkuah santan seperti gulai, opor, rendang, sampai sambal goreng ati. Sementara ketika saya berlebaran di kampung suami saya nggak bertemu sama ketupat maupun teman-teman berkuah santannya, saya malah bertemu dengan nasi dan rawon yang tersedia di hampir semua rumah saudara yang kami kunjungi untuk silaturahim.
Jujur, seumur hidup saya, saya belum pernah turun langsung ke dapur menjelang hari raya Idul Fitri. Karena biasanya saya selalu berlebaran di rumah nenek atau di rumah orang tua, jadi urusan masak memasak selalu menjadi urusan tuan rumah (nenek saya, atau mama saya). Bukannya nggak mau bantu, tapi takutnya kehadiran saya di dapur malah bikin kacau, atau bahasa sundanya ngaririweuh. Hehe.. Saya biasanya hanya ikut turun tangan di proses yang bukan termasuk racik meracik. Karena kalau urusan meracik bumbu makanan semacam opor atau gulai yang rempahnya banyak, ilmu saya masih cetek. Harap maklum, saya baru mulai masak ya setelah menikah dan tinggal di rumah sendiri, itupun kebanyakan masih mengandalkan Indofood, Sasa, Bamboe, dan aneka merk bumbu instan lainnya. Hehe..
Nah, salah satu masakan andalan di keluarga saya yang selalu ada setiap hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha, dan saya bisa ikut turun tangan dalam membuatnya adalah: SATE BANTEN. Sebelumnya saya mau memberikan disclaimer dulu ya soal nama sate Banten. Jujur saja saya kurang tahu apakah memang benar jenis sate ini adalah sate khas Banten atau bukan. Yang jelas, sejauh ingatan saya tentang lebaran di rumah nenek, menu ini selalu ada saat lebaran dan dibuat oleh nenek saya yang memang berasal dari Banten. Saya jadi agak ragu soal penamaan ini karena ketika saya mencoba cari bandingan resep di cookpad maupun google, saya bingung kok saya tidak menemukan ada resep sate Banten seperti buatan nenek saya ya? Yang muncul malah "sate bandeng khas Banten", padahal sate buatan nenek bahan utamanya daging sapi. Hmm.. Apakah ini menu otentik buatan nenek? Atau resep turun temurun di keluarga? Entahlah, yang jelas sate ini memang selalu dihadirkan di rumah keluarga saya setiap Idul Fitri maupun Idul Adha.
Jadi apa itu sate Banten? Bentuknya sih seperti sate daging pada umumnya, daging sapi dipotong dadu lalu ditusuk dengan tusuk sate. Perbedaannya ada di bumbunya, yaitu kalau sate Banten sama sekali nggak pakai kecap. Setelah dibakar sih penampakannya nggak jauh beda dengan sate daging pada umumnya, seperti ini.
Nah sebelumnya saya bilang saya bisa ikut turun tangan dalam memasak sate Banten ini kan. Kira-kira dengan kemampuan masak saya yang ala kadarnya ini, saya bisa bantu di bagian mana? Yaaa tentu saja di bagian menusuk daging dan membakar. Hehe.. Urusan bumbu serahkan ke nenek atau mama, lalu daging yang sudah dibumbui dioper kepada kami yang kemampuan masaknya minim untuk kemudian ditusuk dan dibakar.
Yang saya suka dari sate Banten ini bukan cuma rasanya, tapi juga karena ada kebersamaan keluarga dalam prosesnya. Seringnya, saya dan anggota keluarga yang lain "ngariung" (duduk bersama) sambil ngobrol kesana kemari ketika menusuk dan membakar sate. Rasa sate ini jadi lebih nikmat karena ada tambahan bumbu berupa momen indah bersama keluarga. Cailaaahhh.. Hehe.. Karena proses membakar dilakukan bersama-sama dan sambil ngobrol, seringnya jumlah sate yang sampai ke meja sudah berkurang cukup banyak karena tanpa sadar dicemilin terus sama para "tukang bakar". Hehe..
Sate ini bisa dibilang lauk yang paling "ringan" di meja makan saat lebaran, karena disandingkannya dengan gulai, opor, rendang, maupun sambal goreng ati yang semuanya pakai santan. Makanya di rumah keluarga saya sate ini selalu jadi makanan yang paling duluan habis, karena kadang nggak cuma dimakan pakai nasi, tapi setiap lewat meja makan iseng diambil satu persatu buat dicemilin. Hehe..
Soal resep, saya harus tanya sama mama. Tapi ketika saya tanya mama soal takarannya, mama sendiri nggak punya takaran pasti untuk bumbu satenya. Selama ini setiap mama masak itu nggak pernah pasti takaran bumbunya, selalu pakai ilmu "secukupnya". Jadi karena mama yang masak saja nggak tahu takaran pasti jumlah masing-masing bumbu yang dipakai, apalagi saya yang belum pernah meracik sendiri kan? Jadi mohon maaf sebelumnya, tapi kali ini saya hanya akan menyebutkan bahan-bahannya saja, sementara untuk takaran silakan diatur sesuai selera masing-masing. Hehe..
RESEP SATE BANTEN
BAHAN
(masing-masing takarannya "secukupnya" ya)
Daging sapi
Nanas
Bawang merah
Bawang putih (jumlahnya lebih sedikit daripada bawang merah ya)
Cabe keriting
Gula merah
Asam jawa
Garam
Lada
Minyak
CARA MEMBUAT
1. Daging sapi dipotong dadu dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
2. Haluskan bawang merah, bawang putih, cabe keriting, dan gula merah.
3. Campurkan bumbu halus ke dalam daging yang telah dipotong.
4. Tambahkan air asam jawa, garam, lada, dan sedikit minyak. Aduk rata.
5. Diamkan agar bumbu meresap ke dalam daging. Minimal 1 jam, tapi semakin lama akan semakin enak.
6. Sekitar 15 menit sebelum akan ditusuk, campur daging dengan nanas yang sudah dipotong kecil-kecil sambil agak diremas supaya air nanas keluar. Tujuannya untuk mengempukkan daging. Jangan terlalu lama kalau mengempukkan daging pakai nanas, karena daging malah bisa jadi hancur.
7. Tusuk daging dengan tusuk sate, lalu bakar sampai matang.
8. Tinggal disantap pakai ketupat dan teman-temannya yang lain.
Tips.
Untuk mengempukkan daging, mama saya lebih sering menggunakan nanas karena lebih mudah dicari. Alternatif lain untuk mengempukkan daging bisa menggunakan daun pepaya yang diremas-remas lalu digunakan untuk membungkus daging yang sudah dibumbui. Kekurangan kalau menggunakan nanas adalah tidak boleh sampai terlalu lama terkena nanas sebelum dibakar, karena kalau terlalu lama daging malah bisa hancur. Sementara kalau menggunakan daun pepaya justru perlu didiamkan lama supaya getah dari daun pepaya bisa bekerja mengempukkan daging. Jadi kalau menggunakan daun pepaya pada resep ini, setelah dibumbui daging langsung dibungkus daun pepaya dan didiamkan sambil menunggu bumbu meresap.
PENUTUP
Itu dia resep andalan yang selalu wajib hadir di meja makan pada setiap hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Kok tumben ya nulis resep di blog? Tentu saja karena ini adalah jawaban dari Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei yang bertema resep andalan di hari spesial. Kalau bukan karena tantangan MGN, sepertinya saya nggak akan menulis resep di blog. Ya iyalah, kan kemampuan masak saya bisa dibilang minim, mau nulis resep apaan? Hehe..
aroma satenya sampai ke sini mbak, haduh jadi lapar
BalasHapuskalau yang doyan manis tinggal ditambah kecap ya Teh.. :)
BalasHapusWah mantap nih, dimakannya bareng gulai atau opor ya...
BalasHapus