Langsung ke konten utama

Pengalaman Menggunakan Berbagai Bahasa

Kemampuan berbahasa adalah kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan kita, karena kemampuan berbahasa kita gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Nggak cuma secara lisan aja ya yang dimaksud berbahasa, karena kan ada juga bahasa isyarat yang dipakai oleh para tuna rungu dan tuna wicara. Bahkan ada juga kan bahasa yang bisa dimengerti hanya lewat tatapan mata: bahasa kalbu. *langsung pengen nyanyi deh inget Titi DJ, hehe.. Intinya, komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain pasti menggunakan bahasa, apapun bentuknya. 

Di masa globalisasi sekarang ini, kita sepertinya nggak bisa hanya menguasai bahasa ibu saja. Bahasa ibu itu apa sih? Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diperkenalkan kepada seseorang saat dia lahir. Biasanya memang bahasa ibu adalah bahasa dari daerah tempat orang tersebut lahir, tapi ada juga yang bukan. Misalnya saja orang Jawa yang budayanya kental saat merantau ke Kalimantan tetap menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya di rumah sehingga jika di keluarga tersebut ada anak yang baru lahir, pasti pertama kali diajak bicara dengan bahasa Jawa. Nah, selain harus mampu menguasai bahasa ibu dengan fasih, kemampuan multilingual juga dibutuhkan supaya kita bisa menjangkau dunia yang lebih luas. Coba, misalnya ada orang yang hanya bisa bicara bahasa Jawa, bahkan bahasa Indonesia pun kurang lancar. Lalu ketika suatu saat ternyata dia harus pindah ke kota lain yang nggak menggunakan bahasa Jawa, apa ya nggak pusing karena nggak bisa berkomunikasi? Itu baru pindah kota loh, nah kalau ternyata harus ke luar negeri ya harus nambah lagi bahasa yang dikuasainya. Intinya sekarang ini kalau mau berkembang, ya harus punya kemampuan multilingual.

Saya sendiri sebenarnya termasuk yang kurang punya kemampuan multilingual sih. Maksudnya nggak termasuk expert lah dalam menggunakan bahasa selain bahasa ibu. Bahasa ibu untuk saya adalah bahasa Indonesia, karena saya tinggal di lingkungan keluarga yang berbahasa Indonesia. Saya lahir dan hingga saat ini tinggal di Bandung, tapi jangan ajak saya bicara bahasa Sunda, karena saya nggak bisa menggunakan bahasa Sunda. Bahkan jika dibandingkan antara kemampuan bahasa Sunda dengan kemampuan bahasa Inggris, saya lebih fasih menggunakan bahasa Inggris. Kok bisa? Begini ceritanya tentang pengalaman saya menggunakan berbagai bahasa sepanjang hidup saya.


Bandung 

Saya memang lahir di Bandung dan seumur hidup tinggal di Bandung, tapi bahasa sunda saya supeeerrr minim. Kadang malu sih sebenarnya kalau ditanya "orang mana?", karena mau jawab orang Sunda tapi kan nggak bisa bahasa sunda. Mau jawab suku lain ya bukan juga karena saya kan lahir dan besar di Bandung. Jadi seringnya saya jawab, "saya orang Indonesia", hehehe... Masalahnya walaupun saya lahir dan tinggal di Bandung, lingkungan sekitar saya nggak membiasakan saya untuk menggunakan bahasa Sunda. Di rumah bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia, bahkan diperkenalkan ke bahasa Sunda oleh orang tua pun bisa dibilang nyaris nggak pernah. Lalu saya SD di sekolah swasta yang mostly siswanya juga nyaris nggak pernah pakai bahasa sunda. Begitu SMP dan SMA, bahasa sunda yang dipakai ya bahasa sunda "gaul", yang sudah tercampur bahasa indonesia dan cenderung kasar. Ya hasilnya saya hanya paham bahasa sunda kasar saja. Jangan deh ajak saya bicara pakai basa sunda lemes, saya hanya akan bengong. 

Saya ingat dulu saat SMP kalau ada tugas pelajaran bahasa sunda dan saya nggak mengerti, saya bertanya ke mama dan hampir selalu dijawab: "nanti coba tanya sama eyang ya." Hahaha,, tuh kaann mama saya aja nggak bisa bahasa sunda dan malah nyuruh nanya ke eyang yang kebetulan orang Banten dan lebih bisa bahasa sunda. Jadi memang yaaa, "alah bisa karena biasa", kalau di lingkungan nggak pernah dibiasakan untuk berbahasa sunda, ya nggak akan bisa. 


Arab

Pengalaman pertama kali saya ke luar negeri itu saat saya SMP untuk pergi umroh. Apa saya dibuat pusing karena akan ke tempat di mana bahasa yang digunakan bukan bahasa Indonesia? Jujur saya nggak khawatir. Pertama, karena saya umroh bersama keluarga, jadi saya nggak perlu banyak berkomunikasi dengan orang lokal sana, biar orangtua saya saja yang bicara. Kedua, dari cerita orangtua saya yang sebelumnya pernah haji dan umroh, bahasa Indonesia sudah umum kok dipakai di sana, khususnya oleh para pedagang. Mungkin karena banyaknya warga Indonesia yang melakukan perjalanan umroh dan haji setiap tahunnya, para pedagang semakin lama semakin fasih menggunakan bahasa Indonesia.

Cerita dari orangtua saya tentang bahasa Indonesia yang umum digunakan oleh pedagang ternyata benar, karena ketika saya dan keluarga berbelanja oleh-oleh di salah satu pasar, para pedagang ketika melihat wajah kami langsung bertanya, "Indonesia?" Dan ketika kami mengiyakan, para pedagang tersebut menyebutkan harga dagangannya dengan bahasa Indonesia. Wah, saya cukup takjub juga, ternyata para pedagang ini bisa loh menggunakan bahasa Indonesia. Karena warga Indonesia termasuk banyak yang datang ke Arab baik untuk umroh maupun pada musim haji, jadi para pedagang tersebut berusaha beradaptasi dengan warga Indonesia supaya lebih lancar berkomunikasi dalam perdagangan. Apalagi, warga Indonesia kan dikenal tukang belanja ya, dengan budaya "ngasih oleh-oleh" kalau pulang bepergian, jadi pasti para pedagang ingin menambah nilai jual mereka dengan bisa menggunakan bahasa Indonesia.

Ada pengalaman lucu yang dialami sepupu saya saat berbelanja oleh-oleh di salah satu supermarket di Jeddah. Saat itu sepupu saya sedang berada di kasir setelah berbelanja cukup banyak oleh-oleh. Awalnya barang-barang tersebut hanya akan dimasukkan ke dalam kantong plastik oleh kasirnya, tapi sepupu saya merasa sepertinya agak repot kalau hanya memakai plastik karena ada banyak minuman kaleng kecil yang dibelinya. Lalu sepupu saya bertanya pada kasir, "do you have dus?" Sang kasir bingung, "dus?" Sepupu saya tetap keukeuh mengulang-ulang kata "dus". Ya kasirnya nggak akan ngerti, kan "dus" itu bahasa Indonesia yaaa, kalau mau pakai bahasa Inggris ya harusnya pertanyaannya "do you have box?" Hahaha... 


Eropa

Di SMA, saya berkesempatan untuk tergabung dalam grup angklung sekolah bersama 34 orang lainnya yang memiliki misi kebudayaan ke Eropa. Ini adalah pengalaman paling berharga sepanjang hidup saya, karena banyak sekali pengalaman yang bisa saya dapatkan, termasuk di antaranya dalam berbahasa Inggris. Meski di daratan Eropa banyak juga yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, tapi bahasa Inggris sebagai bahasa internasional tentu masih lebih bisa dimengerti dibanding bahasa Indonesia, kan?

Negara yang saya kunjungi bersama tim angklung selama 40 hari perjalanan kebudayaan di Eropa tersebut adalah Jerman, Belgia, Prancis, Skotlandia, Ceko, dan Polandia. Dari keenam negara itu, sebenarnya yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya hanya Skotlandia ya, makanya memang ada sedikit kesulitan dalam kami berkomunikasi khususnya dengan orang lokal. Untungnya dalam perjalanan kami di setiap negara selalu didampingi oleh orang yang bisa menggunakan bahasa lokal, sehingga untuk urusan tim jarang sekali terjadi miskomunikasi. Yang kadang terjadi hanya miskomunikasi saat berusaha ngobrol dengan warga lokal atau peserta acara/festival dari negara lain yang sama-sama kesulitan dalam bahasa lokal maupun bahasa Inggris. 

Salah satu pengalaman berbahasa yang paling saya ingat adalah ketika berada di Prancis, tepatnya di kota Vert-le-Petit. Di kota tersebut tim kami yang berjumlah 35 orang dibagi untuk tinggal bersama warga lokal, atau istilah yang kami pakai adalah host parents. Kebetulan saya dan 12 teman saya tidak tinggal di rumah warga lokal, tapi di sebuah penginapan kecil yang dimiliki oleh seorang wanita tua yang kami sebut Mami Zui. Sebenarnya nama aslinya (kalau nggak salah) Madame Le Mezo, tapi entah kenapa kami malah menyebutnya Mami Zui. Warga Prancis dikenal memang kurang suka menggunakan bahasa Inggris kan, termasuk Mami Zui ini. Beliau sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris sedikitpun. Kebayang kan bagaimana bingungnya kami harus berkomunikasi, karena dari 13 orang yang tinggal di sana, nggak ada satupun yang bisa berbahasa Prancis. Jadi kami harus menggunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi dengan Mami Zui. Saya ingat sekali saat pertama kami tiba di penginapan, kami disuguhi makan malam oleh Mami Zui, dan Mami Zui berusaha menjelaskan sesuatu yang nggak bisa kami pahami. Mami Zui berulang kali menunjuk tumpukan piring di meja lalu menunjuk dapur sambil berbicara dalam bahasa Prancis. Kami tentu bengong karena nggak paham maksud Mami Zui. Mami Zui masih berusaha menjelaskan, bahkan sampai mondar mandir jalan dari meja ke dapur. Akhirnya kami mengerti maksud Mami Zui ketika beliau mengosongkan salah satu piring, membawanya ke dapur, menyiramnya dengan air, dan memasukkan ke dalam lemari (yang belakangan kami tahu ternyata adalah dishwasher, bukan lemari). Ooohhh,, ternyata maksudnya "setelah kalian selesai makan, tolong piringnya dicuci yaaaa." Hahaha.. Simple, tapi karena bahasa yang nggak nyambung ya jadi butuh waktu lama hanya untuk menyampaikan satu kalimat sesederhana itu. Tapi setelah berhari-hari tinggal bersama Mami Zui, kami semakin mudah berkomunikasi dengannya. Bukan karena kami ber-13 tiba-tiba bisa bahasa Prancis, tapi kami jadi lebih cepat memahami bahasa isyarat dari Mami Zui. Mungkin, ini yang disebut bahasa kalbu. Hehe.. 

foto saya dan 12 teman saya bersama Mami Zui di penginapannya di Vert-le-Petit


Australia

Ketika lulus kuliah, saya diminta menemani kakak saya yang akan pindah ke Australia menyusul suaminya yang mendapat pekerjaan di sana. Saya bukan ikut pindah, saya hanya membantu kakak saya mengangkut barang dan kedua anaknya ke sana, lalu saya kembali ke Indonesia setelah 2 bulan menemani kakak saya beradaptasi dengan lingkungan barunya. Di sana saya mendapat cukup banyak pengalaman menggunakan bahasa Inggris, karena saya menemani kakak tinggal di sebuah kota kecil di timur Australia bernama Middlemount. Karena kota kecil, hanya ada 4 keluarga asal Indonesia di sana. Kalau hanya bergaul dengan 4 keluarga itu saja kan kurang seru ya, jadi cukup sering juga diadakan acara ramah tamah dengan pendatang lain, biasanya diadakan acara jamuan makan di rumah-rumah. Karena itu ya bahasa Inggris saya cukup sering digunakan.

Pernah juga saat saya diajak rekreasi ke daerah dekat pantai di Brisbane, saya diajak ngobrol oleh seorang bule warga Australia saat saya sedang diam dan asyik menikmati suasana. Kami cukup lama berbincang-bincang dalam bahasa Inggris. Meskipun kemampuan bahasa Inggris saya segitu-gitunya, tapi bisa kok ngobrol cukup nyambung sama bule itu. Mungkin secara grammar agak berantakan, tapi yang penting kan ucapan saya bisa dimengerti. Toh saya sedang ngobrol santai, bukan sedang presentasi di forum resmi. Hehehe... 

Saya di salah satu lokasi wisata di Brisbane, tempat saya sempat diajak ngobrol oleh seorang bule


Singapura

Dalam perjalanan pulang dari Brisbane ke Bandung, pesawat yang saya tumpangi transit dulu di Singapura beberapa jam. Entah bagaimana kejadiannya, saat saya mau check in ulang setelah transit ternyata saya nggak dapat seat di pesawat tujuan Bandung, padahal jelas-jelas saya sudah punya tiket. Karena ada masalah itu, saya harus mondar mandir di Bandara Changi dan bertemu beberapa orang dari pihak maskapai yang membantu saya menyelesaikan masalah seat "hilang" tersebut. Awalnya oleh petugas maskapai di meja check in saya diajak berbicara bahasa Melayu, mungkin karena terlihat saya berwajah Melayu dan tujuan perjalanan saya juga ke Bandung. Tapi jujur saya malah bingung saat diajak berbicara bahasa Melayu. Memang bahasa Melayu itu mirip bahasa Indonesia, tapi justru ada beberapa kata yang pengucapannya sama namun artinya berbeda. Seperti misalnya saya dipersilakan "berpusing-pusing" di Bandara Changi sambil menunggu pihak maskapai mencoba menyelesaikan masalah. Dengan adanya masalah seat "hilang" ini tentu saja nggak usah disuruh juga saya sudah pusing. Tapi sebenarnya "pusing" yang dimaksud dalam bahasa Melayu adalah "berkeliling". Jadi saya sebenarnya dipersilakan berkeliling bandara, bukan dipersilakan sakit kepala memikirkan masalah dalam penerbangan. Bingung kan? Belum lagi logat Melayu yang cukup aneh terdengar di telinga saya pada saat itu karena saya jarang sekali mendengar orang Melayu berbicara. Dulu saya belum punya anak, jadi kurang familiar dengan logat Melayu. Kalau sekarang karena sering menonton Upin Ipin dengan anak-anak, jadi sudah cukup familiar dengan logat Melayu. Hehehe.. 

Sempat berfoto di Bandara Changi sebelum terjadi insiden


Jawa

Pada tahun 2014 saya menikah dengan seorang laki-laki berdarah Jawa, tepatnya berkampung di Magetan, Jawa Timur. Saya tentu saja nggak bisa berbahasa Jawa ya. Makanya ketika pertama kali saya diajak mudik ke Magetan saat lebaran, saya roaming dengan semua pembicaraan yang terjadi di sekitar saya. Adat di kampung suami adalah berkeliling ke rumah para sepuh pada hari kedua lebaran. Mungkin ada sekitar belasan rumah yang kami datangi dalam 1 hari itu. Dan di setiap rumah, saya selalu hanya bisa tersenyum menanggapi semua pertanyaan yang diajukan ke saya karena saya sama sekali nggak ngerti. Pokoknya saat itu saya nggak berani berpisah lebih dari 1 meter dari suami, karena suami lah yang bertugas menjelaskan kepada para sepuh tersebut bahwa saya sama sekali nggak bisa berbahasa Jawa. Dan para sepuh itu hampir semuanya nggak bisa berbahasa Indonesia. Jadi ya sudahlah kami nggak nyambung sama sekali. Hehe... Lalu apakah setelah 7 tahun menikah dengan orang Jawa kemampuan bahasa Jawa saya meningkat? Tentu tidak. Haha.. Ya iyalah, mana mungkin bisa meningkat kalau nggak pernah dipelajari. Iya kan? 

Saya bersama suami, anak, serta adik dan sepupu suami saat mudik ke kampung suami di Magetan. 


PENUTUP

Dari pengalaman saya bertemu dan menggunakan berbagai bahasa, ada beberapa kesimpulan yang bisa saya tarik mengenai cara supaya bisa menguasai suatu bahasa. 

1. Pelajari dengan Benar

Kalau ingin bisa menguasai suatu bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing, kita harus mempelajari bahasa tersebut dengan benar, bukan hanya sekedar sering mendengar. Mungkin dengan sering mendengar kita memang jadi tahu berbagai kosakata dalam bahasa tersebut. Misalnya saja bagi para penggemar drama Korea, pasti banyak kosakata yang diketahui karena sering mendengarnya di dalam drama seperti "annyeong", "daebak", "andwe", "gwaenchana", "jinjja", "mianhae", dan banyak kosakata lainnya. Tapi hanya dengan mengetahui kosakata tersebut tentu nggak langsung bisa menggunakannya dalam percakapan kan. Ada penyusunan kata yang harus dipelajari. Belum lagi dalam beberapa bahasa ada perbedaan tingkatan dalam berbicara, khususnya kepada orang yang lebih tua atau lebih dihormati. Kalau salah dalam menggunakan tingkatan bahasa tersebut saat berbicara, kita bisa dianggap nggak sopan. Makanya kita harus belajar dengan benar kalau mau fasih menggunakan bahasa asing. 

2. Aktif Digunakan dalam Percakapan

Kalau sudah mempelajari kosakata maupun penyusunan kata suatu bahasa, untuk bisa semakin fasih menggunakannya kita harus aktif menggunakannya. Dengan aktif menggunakan suatu bahasa yang sudah dipelajari, tentu kemampuan kita dalam menggunakannya akan terus meningkat. Kalau kata pepatah di buku tulis Sidu kan "experience is the best teacher", nah ini juga berlaku dalam berbahasa. Semakin aktif digunakan, kita jadi semakin paham dengan penggunaan suatu bahasa. Kalau nggak digunakan secara aktif kan jadi kurang pengalamannya. Lalu kalau nggak aktif digunakan, lama-lama kosakata yang sudah dikuasai bisa luntur lho. Makanya penting untuk sering menggunakannya secara aktif. 

3. Pede! 

Ini nih yang sering jadi masalah buat saya, sering kurang percaya diri. Padahal kalau sudah mempelajari suatu bahasa, pede saja untuk coba menggunakan bahasa itu dalam percakapan. Ada kesalahan kecil saat digunakan itu nggak masalah, justru menambah pengalaman kan, dan kita jadi tahu untuk nggak mengulangi kesalahan yang sama. Dan orang yang berbicara dengan kita juga pasti mengerti bahwa kita masih belajar dan bahkan mungkin akan membantu kita supaya lebih fasih menggunakannya. 


-----

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan September dengan tema "Pengalaman Berbahasa".

Komentar

  1. Apa dulu bergabung di tim angklung sma di jalan belitung, bandung? Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya teh, SMA sy di belitung 8 dan sy jd anggota KPA 3 😁

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts

Garuda di Dada Timnas -> Salah??

Ada yang mempermasalahkan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas Indonesia. Padahal, timnas Indonesia sendiri lagi berjuang mengharumkan nama Indonesia di ajang Piala AFF 2010.  Ini 100% pendapat pribadi aja yah.. Apa sih yang salah dengan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas? Bukannya dengan adanya lambang Garuda di dada itu berarti mereka yang ada di timnas bangga jadi Indonesia dan bangga bisa berlaga di ajang internasional dengan membawa nama Indonesia? Bukannya dengan membawa lambang Garuda di dada itu berarti mereka akan makin semangat untuk main di lapangan hijau karna membawa nama besar Indonesia? Dan itu berarti Bang BePe dan kawan2 itu akan berusaha lebih keras untuk membuat semua warga Indonesia bangga? Pernah liat timnas maen di lapangan hijau? Pernah liat mereka rangkulan sambil nyanyiin lagi wajib INDONESIA RAYA? Pernah merhatiin ga kalo mereka sering mencium lambang Garuda yang ada di dada mereka setiap abis nyanyiin lagu INDONESIA RAYA? Pernah juga ga merha

Makanan Favorit di Setiap Masa "Ngidam"

Setelah bulan lalu saya gagal setoran karena kesulitan mencari waktu untuk menulis di sela-sela perubahan ritme kehidupan selama ramadan, bulan ini saya tidak mau lagi gagal setoran tulisan. Kebetulan tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah tentang makanan favorit.  Sebenarnya kalau ditanya apa makanan favorit saya, jujur bingung sih jawabnya. Karena saya bisa dibilang pemakan segala. Buat saya makanan hanya ada yang enak atau enak banget. Hehe… Jadi kalau disuruh memilih 1 makanan yang paling favorit sepanjang masa, ya susah. Makanya ketika beberapa minggu belakangan ini saya sering terbayang-bayang satu jenis makanan, saya jadi terinspirasi untuk menjadikan ini sebagai tulisan untuk setoran tantangan bulan ini. Iya, saya memang sedang sering ngidam. Ngidam kurang lebih bisa diartikan keinginan dari seorang ibu hamil terhadap sesuatu, umumnya keinginan terhadap makanan. Ngidamnya setiap ibu hamil juga beda-beda, ada yang ngidamnya jarang tapi ada juga yang sering

Mama sang Wonder Woman

Mama adalah segalanya.. Mama adalah Wonder Woman terhebat yang pernah ada di dunia ini.. :) Di keluargaku, dan sepertinya juga hampir sebagian besar keluarga, mama merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam urusan rumah. Segala urusan rumah dari mulai cuci baju, cuci piring, bersih-bersih rumah, masak, dan sebagainya itu semuanya mama yang urus.. Anggota keluarga yang lain seperti suami dan anak-anaknya mungkin juga ikut membantu, kadang bantu mencuci, bersih-bersih, ato urusan rumah lainnya. Tapi tetap saja kalau dihitung-hitung, pasti porsinya jauh sama yang biasa dikerjakan mama. Belakangan ini aku lebih sering ada di rumah. Dan dengan semakin seringnya ada di rumah, semakin aku mengerti sibuknya mama di rumah mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebagai seorang anak, pastinya sudah jadi kewajiban aku untuk bantu mama dalam mengurus rumah yang juga aku tinggali. Dengan aku sering ikut membantu mama melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, aku jadi tahu bah