Langsung ke konten utama

Syukur dan Sabar di Tahun 2021

Tak terasa sekarang sudah masuk di Bulan November, dan tidak sampai 2 bulan lagi sisa hari di bulan 2021. Di akhir tahun ini, MGN mengajak membernya untuk mengingat dan menuliskan pelajaran hidup yang bisa diambil melalui tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog dengan tema Pelajaran Hidup Tahun 2021. Saya akan berbagi pelajaran yang bisa saya dapatkan sepanjang tahun 2021 kemarin, siapa tahu pelajaran yang saya dapatkan tersebut bisa berguna juga untuk orang lain yang membacanya. 

sumber: istockphoto.com


Berdamai dengan Covid-19

Saya mengawali tahun 2021 dalam keadaan shock dan tertekan, karena 2 hari sebelum pergantian tahun saya diterjang badai covid: suami dan saya dinyatakan positif covid-19. Saya yang selama ini selalu berusaha maksimal dalam menerapkan protokol kesehatan, benar-benar shock dan stres ketika pertama kali mendapati hasil swab positif. Saat itu ketakutan saya pada virus covid-19 memuncak dan akhirnya memunculkan segala pikiran negatif dalam otak. Terlebih kondisi saya yang sedang hamil 7 bulan membuat kekhawatiran saya semakin besar. Bagaimana virus covid akan mempengaruhi janin saya? Bagaimana dengan anak-anak saya yang lain? Bagaimana kalau begini? Kalau begitu? Segala pertanyaan muncul dalam pikiran saya dan menambah tekanan bagi mental saya. 

Sedih ketika saya harus memaksa anak-anak swab test yang rasanya sangat tidak nyaman padahal mereka masih kecil

Syukurnya, saya memiliki support system yang luar biasa, dan karenanya saya bisa lebih tenang dan bisa melewati badai dengan baik. Alhamdulillah kondisi saya dan suami sangat baik meskipun dinyatakan positif covid, dan anak-anak juga sangat kooperatif dalam menjalani isolasi mandiri di rumah. Keluarga besar saya memberikan support yang luar biasa. Doa mengalir tanpa henti, kiriman makanan dan vitamin pun mengalir tanpa henti. Sampai akhirnya 3 minggu masa isolasi kami -yang terasa sangaaaaaatttt panjang- bisa kami selesaikan dan kami dinyatakan negatif. 

Dari pengalaman tersebut saya serasa ditampar oleh Allah untuk selalu tawakal, karena kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, tapi tetap Allah yang menentukan takdir bagi masing-masing diri. Seperti ketika pertama kali mendapat hasil swab positif, sempat terpikir ingin marah karena rasanya saya sudah maksimal dalam menjaga protokol kesehatan, tapi kok saya masih bisa tertular juga? Tapi setelah saya agak tenang saya sadar bahwa saya telah berusaha maksimal menjaga diri dan keluarga, tapi tetap saja pada akhirnya Allah yang menetapkaan takdir untuk saya. Apalagi virus yang berusaha keras saya hindari tidak kasat mata, jadi meski sudah berusaha maksimal menjaga prokes, celah untuk virus masuk pasti tetap ada kan. 

Kesabaran saya dalam menghadapi hidup juga dilatih berkat ujian covid-19 ini. Saya harus sabar menerima takdir tidak enak yang menimpa saya dan keluarga. Tidak menyalahkan siapapun atas takdir itu juga merupakan bagian dari latihan kesabaran menerima takdir. Pun ketika harus isolasi mandiri dan tidak keluar rumah sama sekali selama sekitar 3 minggu, kesabaran saya, suami, dan anak-anak diuji dengan kebosanan selama isolasi.

Saya juga belajar banyak tentang syukur. Saya belajar banyak untuk mensyukuri segala hal, termasuk hal-hal kecil yang sering lupa untuk saya syukuri. Seperti berisiknya anak-anak yang biasanya bikin saya senewen, saat itu bisa saya syukuri karena ketika anak-anak berisik artinya kondisi mereka sehat. Atau kehangatan berkumpul bersama keluarga yang juga sering lupa untuk saya syukuri saking seringnya kami bertemu. Ternyata ketika saya harus isolasi dan tidak bisa bertemu orang tua serta kakak adik dan keponakan selama sekitar 3 minggu, terasa ada yang "hilang".

Cara yang saya lakukan saat itu untuk belajar bersyukur adalah dengan menulis jurnal syukur setiap malam. Setiap kali saya menulis jurnal syukur, saya mengingat kembali segala kenikmatan yang saya rasakan sepanjang hari, bahkan sampai hal terkecil dan dalam kondisi tidak ideal. Misalnya ketika saya yang tadinya tidak merasakan gejala covid apapun tiba-tiba kehilangan penciuman. Kalau mau saya bisa saja meratapi kondisi tersebut dan sedih atau bahkan marah sepanjang waktu. Tapi saya memilih untuk mensyukuri apa yang saya miliki, yaitu saya tetap bisa bernapas dengan lega meskipun ada gangguan penciuman. Dengan cara itu, saya bisa lebih tenang dan nyaman dalam menghadapi kondisi apapun, dan masa isolasi mandiri yang awalnya terasa berat lama kelamaan bisa terasa lebih ringan. Saya pernah membagikan cerita tentang pengalaman ketika terkena covid-19 pada tulisan lain di blog ini. 


Mencoba Keluar dari Zona Nyaman

Di tahun ini juga saya mencoba untuk keluar dari zona nyaman. Saya termasuk orang yang lebih memilih "main aman", kurang suka mengambil resiko. Cukup berbeda dengan suami yang justru suka mencoba hal baru. Termasuk dalam hal bisnis, saya seringkali ragu untuk memulai bisnis jika modal yang dikeluarkan besar, karena dalam pikiran saya kalau sampai bisnisnya gagal  jumlah kerugian juga akan besar. Tapi suami yang pada dasarnya senang berwirausaha terus meyakinkan saya untuk memulai bisnis minuman. Pada awalnya saya sungguh ragu dan khawatir, tapi karena melihat suami sangat bersemangat akhirnya saya setuju dengan ide suami membuka gerai minuman, meskipun saya berulangkali mengingatkan suami untuk sholat istikhoroh dulu sebelum memutuskan sementara saya sendiri juga sholat istikhoroh. 

Usaha gerai minuman tebu milik saya dan suami. Yuk yang di Bandung bisa mampir. Hehe.. 


Alhamdulillah, usaha yang kami mulai hampir setahun ini ternyata sudah membuahkan hasil, termasuk sudah bisa membuka gerai kedua. Dari sini saya belajar tentang keberanian untuk memulai sesuatu dan keluar dari zona nyaman. Saya belajar dari suami bahwa hidup dengan terus berada di zona nyaman mungkin bisa menjadi hidup yang tenang, tapi akan membosankan dan hidup kita bakalan "gitu-gitu aja". Sementara kalau kita berani keluar dari zona nyaman, akan ada keseruan baru yang membuat hidup kita nggak gitu-gitu aja, bahkan bisa jadi ada kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup. 

Selain dalam hal bisnis, saya juga mencoba keluar dari zona nyaman kehidupan sebagai ibu rumah tangga. Sejak punya anak dan punya rumah sendiri, praktis hidup saya hanya berputar di dalam rumah, mengurus rumah, anak, dan suami. Tidak ada kegiatan lain yang saya lakukan, bahkan untuk sekedar cari waktu untuk membaca buku rasanya sulit saking sibuknya saya dengan urusan rumah. Sampai tidak jarang saya berpikir "begini doang nih hidup gue? Kok kayaknya nggak produktif banget ya?" Hahaha.. 

Sampai akhirnya saya bergabung dengan Mamah Gajah Ngeblog, lalu mengikuti tantangan untuk menulis setiap bulan, di situ saya merasa terpacu untuk lebih produktif. Meski masih berjuang mencari waktu untuk bisa duduk dan menulis di antara kesibukan mengurus bayi, tapi kesibukan baru menulis ini membuat saya cukup senang. Waktu menulis bisa menjadi me time meski kadang harus bergadang. Dan otak saya yang sudah lama nggak "dipakai" dan nyaris karatan jadi dipakai lagi karena harus memikirkan apa yang mau ditulis. Hehe...

Salah satu contoh bukti kalau saya tambah produktif berkat MGN. Hehe.. 


Sejak mulai menulis lagi dan berkenalan dengan mamah-mamah di MGN, saya jadi sadar bahwa kalau mau sebenarnya ibu rumah tangga juga bisa produktif kok. Lewat tulisan banyak yang bisa disampaikan kepada dunia, jadi menulis bisa jadi wadah bagi seseorang untuk produktif. Yang saya perlukan sebenarnya hanya niat, dan kemampuan untuk membagi waktu. Walau masih agak sulit sih bagi saya bisa menulis banyak sambil mengurus bayi yang masih membutuhkan perhatian penuh dari ibunya, tapi dengan bergabung di MGN minimal saya bisa menghasilkan 1 tulisan dalam sebulan. Itu sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya yang tidak menghasilkan satu tulisan pun. Setidaknya sudah sedikit lebih produktif. Hehehe.. 


Proses Belajar Seumur Hidup: Motherhood

Salah satu proses belajar yang selamanya tidak akan pernah berhenti adalah belajar menjadi ibu yang baik. Sejak hamil anak pertama, saya langsung menyandang predikat "ibu", dan sampai kapanpun predikat itu tidak akan pernah lepas. Dan setiap harinya pasti akan ada pelajaran baru yang kita dapat. Di awal tahun ini, saya menyandang predikat baru yaitu "ibu anak 3", tentu saja pelajarannya akan jauh lebih sulit daripada sebelumnya, dan ujiannya pun akan lebih menantang. Pelajaran tentang sabar tetap menjadi pelajaran utama dalam kehidupan seorang ibu. 

Dalam masa pandemi, pelajaran sabar seorang ibu didapat dari membersamai anak selama 24 jam penuh setiap hari di dalam rumah. Jika biasanya ada waktunya anak-anak dilepas main di luar rumah atau ke playground, dalam masa pandemi jadi ragu untuk membawa anak keluar dari rumah karena khawatir terpapar virus. Jadi ya mau tidak mau ibu harus membersamai anak selama 24 jam penuh setiap hari. Kelakuan anak-anak yang ada saja ulah ajaibnya seringkali membuat ibu terus mengelus dada. Seperti itu jugalah hari-hari saya tahun ini, menghadapi kelakuan anak usia 6, 3, dan 0 tahun yang seringkali ajaib. 

Belum lagi ketika harus menemani anak pertama sekolah online, duh memang harus punya stok sabar yang luar biasa banyak ya bund. Melihat anak sekolah lewat zoom tapi malah sibuk sendiri dan tidak mendengarkan gurunya, rasanya kesal ingin anak bisa fokus mendengarkan. Tapi ya tidak bisa dipungkiri bahwa anak pasti kesulitan juga belajar lewat zoom seperti itu. Jadi ya tidak ada yang bisa disalahkan karena kondisinya memang sulit. Di situlah saya belajar sabar, sabar untuk berdamai dengan kondisi yang tidak ideal, sabar menjadi "guru sambung" bagi anak di sekolah, dan sabar menghadapi dua anak lainnya yang seringkali malah mengganggu saat kakaknya sekolah online. Sungguh menemani anak sekolah sambil tetap mengurus 2 anak lain dan mengurus rumah adalah tantangan tersendiri. 

Menemani anak sekolah online lumayan bikin senewen. 


Salah satu pelajaran penting tentang sabar lain dari perjalanan motherhood tahun ini adalah mengatasi sibling rivalry. Ternyata kehadiran anak ke-3 memunculkan kecemburuan di dalam hati anak pertama. Tidak dia tunjukkan secara langsung, tapi anak pertama saya jadi lebih sensitif, lebih baper kalau ditegur. Dia menjadi insecure dan merasa tidak disayang kalau saya menegur dia dengan keras. Pertama kalinya anak pertama saya menyampaikan kecemburuannya sambil menangis, saya sungguh merasa sedih. "Bunda nggak sayang sama aku, bunda cuma sayangnya sama adik-adik aku," itu yang disampaikan anak pertama saya dan seketika membuat saya kehilangan kata-kata. Padahal sebagai ibu saya selalu berusaha untuk adil, saya selalu berusaha memberikan jumlah kasih sayang yang sama ke masing-masing anak. Karena itu saya merasa sedih sekali ketika ternyata anak pertama saya merasa dibedakan. 

Setelah saya berpikir lebih jauh, mungkin memang ada kesalahan yang saya buat, misalnya menganggap bahwa anak pertama saya sudah besar dan "memaksa" dia mandiri. Sejak melahirkan anak ketiga, tentu saya cukup kerepotan dengan bayi. Jadi memang kadang saya mengesampingkan kebutuhan kakak-kakaknya, terutama anak pertama karena saya menganggap seharusnya dia sudah bisa mandiri. Jika dia minta sesuatu sering saya jawab "mas kan udah gede, jadi udah bisa sendiri dong ya?" Padahal mungkin sebenarnya dia masih ingin punya waktu berkualitas dengan bundanya. Ekspektasi saya yang terlalu tinggi terhadap kemandirian anak pertama juga seringkali membuat saya jadi lebih mudah kesal padanya. Padahal mungkin ya memang dia belum mampu terlalu mandiri. 

Lewat kejadian itu saya semakin berhati-hati dalam bersikap terhadap kesemua anak saya. Saya semakin keras berusaha memenuhi kebutuhan masing-masing anak dan sebisa mungkin bersikap adil kepada mereka. Saya juga semakin terlatih menelan omelan yang mencoba keluar dari mulut, karena kalau sampai saya kelepasan mengomel khususnya pada anak pertama, dia akan baper dan sangat sedih. Saya pun mencoba lebih banyak memberikan waktu yang berkualitas untuk masing-masing anak. Sentuhan fisik kepada mereka pun saya perbanyak untuk memperkuat bonding. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya cukup jarang memeluk anak pertama saya karena terlalu sibuk dengan adiknya, padahal ternyata dia masih sangat suka berlama-lama dipeluk. Maafkan bunda ya, nak.. 

3 malaikat kecil yang Alloh titipkan untuk saya


PENUTUP

Pandemi membuat tahun 2021 berlalu dengan berbagai cobaan yang cukup berat. Namun semua itu berhasil saya lalui dengan baik, dan semoga semua yang terjadi tahun ini berhasil 3 mmenempa saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan semoga tahun 2022 kondisi dunia sudah jauh lebih baik bagi kita semua. Amiin.. 

Komentar

  1. Masya Allah, senangnya MGN bisa jadi penyemangat menulis di tahun 2021 :) selamat ya teh keluarganya semakin lengkap dan diberi kesehatan, juga usahanya semoga sukses

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. Makasih ya teh, doa yg sama juga utk teteh sekeluarga. Makasih jg udah membentuk MGN dan bikin saya jadi (sedikit) lebih produktif. Hehe..

      Hapus
  2. Aamiin...

    Waaah baru tau echa punya gerai air tebu, dimana lokasinya ca? Suami saya suka banget tuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di antapani sama ciwastra teh. Yg antapani mah di depannya toko meubeul di ruko puri dago. Kalo yg Ciwastra di depan apotek salim farma, 300 meteran dr borma ciwastra. Yuk mampir teh, ato gofood/grabfood jg ada 😁

      Hapus
  3. teh echa keren bisa buka gerai es tebu dan sukses.
    keluar dan mendapat zona tantangan itu luar biasa ya .... kudu belajar juga nih.
    oya ... selamat ya atas kelahiran anak ketiganya, semoga selalu sehat aamiin


    salam semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiinn.. Makasih ya teh doanya, doa yg sama jg utk teteh dan keluarga. Masih belajar kok sy jg teh, masih banyak takutnya jg. Hehe..

      Hapus
  4. Keren nih teh, ya ibu rumah tangga, ya ngurus 3 anak, dan masih wirausaha. Pasti rempong ya.. tapi terus semangat ya Teh. Menulis jurnal syukur memang bikin kita terus ingat yang positif ya Teh dibanding mikirin yang negatif aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya teh, tentu saja rempong. Hehe..
      Betul,, apalagi kalau ditulis, jd lebih berasa gitu bersyukur nya dibanding hanya dipikirkan.

      Hapus
  5. Teh Echa, semoga selalu sehat ya. Semoga lancar usahanya, semakin laris manis hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiinn.. Doa yg sama untuk teteh dan keluarga juga yaa☺

      Hapus
  6. Wah alhamdulillah saya ikut senang membaca banyak hal positif yang diraih Mamah Echa di tahun 2021ini, termasuk telah memiliki usaha Sari Tebu Murni. Insha Allah kalau saya ke Bandung, pesan lewat GoFood, ehehe, kebetulan rumah MaMer deket dengan yang di cabang Ruko Puri Dago.

    Semoga yang terbaik untuk Mamah Echa dan keluarga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiinn.. Makasih doanya teh, doa yg sama jg utk teteh dan keluarga.
      Ditunggu yaa orderan tebu nya 😁

      Hapus
  7. Wah baca posting teh Echa bagian parenting rasanya kayak merangkum pengalaman sendiri, hehehe.

    Hebat teh Echa bisa berani memulai bisnis. Sukses terus untuk es tebunya ya teeeh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe,, pasti itu kesulitan yang dialami sebagian besar ibu sih teh kayanya..
      Amiinn,, sukses juga utk teteh dan keluarga.

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts

Garuda di Dada Timnas -> Salah??

Ada yang mempermasalahkan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas Indonesia. Padahal, timnas Indonesia sendiri lagi berjuang mengharumkan nama Indonesia di ajang Piala AFF 2010.  Ini 100% pendapat pribadi aja yah.. Apa sih yang salah dengan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas? Bukannya dengan adanya lambang Garuda di dada itu berarti mereka yang ada di timnas bangga jadi Indonesia dan bangga bisa berlaga di ajang internasional dengan membawa nama Indonesia? Bukannya dengan membawa lambang Garuda di dada itu berarti mereka akan makin semangat untuk main di lapangan hijau karna membawa nama besar Indonesia? Dan itu berarti Bang BePe dan kawan2 itu akan berusaha lebih keras untuk membuat semua warga Indonesia bangga? Pernah liat timnas maen di lapangan hijau? Pernah liat mereka rangkulan sambil nyanyiin lagi wajib INDONESIA RAYA? Pernah merhatiin ga kalo mereka sering mencium lambang Garuda yang ada di dada mereka setiap abis nyanyiin lagu INDONESIA RAYA? Pernah juga ga merha

Makanan Favorit di Setiap Masa "Ngidam"

Setelah bulan lalu saya gagal setoran karena kesulitan mencari waktu untuk menulis di sela-sela perubahan ritme kehidupan selama ramadan, bulan ini saya tidak mau lagi gagal setoran tulisan. Kebetulan tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah tentang makanan favorit.  Sebenarnya kalau ditanya apa makanan favorit saya, jujur bingung sih jawabnya. Karena saya bisa dibilang pemakan segala. Buat saya makanan hanya ada yang enak atau enak banget. Hehe… Jadi kalau disuruh memilih 1 makanan yang paling favorit sepanjang masa, ya susah. Makanya ketika beberapa minggu belakangan ini saya sering terbayang-bayang satu jenis makanan, saya jadi terinspirasi untuk menjadikan ini sebagai tulisan untuk setoran tantangan bulan ini. Iya, saya memang sedang sering ngidam. Ngidam kurang lebih bisa diartikan keinginan dari seorang ibu hamil terhadap sesuatu, umumnya keinginan terhadap makanan. Ngidamnya setiap ibu hamil juga beda-beda, ada yang ngidamnya jarang tapi ada juga yang sering

Mama sang Wonder Woman

Mama adalah segalanya.. Mama adalah Wonder Woman terhebat yang pernah ada di dunia ini.. :) Di keluargaku, dan sepertinya juga hampir sebagian besar keluarga, mama merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam urusan rumah. Segala urusan rumah dari mulai cuci baju, cuci piring, bersih-bersih rumah, masak, dan sebagainya itu semuanya mama yang urus.. Anggota keluarga yang lain seperti suami dan anak-anaknya mungkin juga ikut membantu, kadang bantu mencuci, bersih-bersih, ato urusan rumah lainnya. Tapi tetap saja kalau dihitung-hitung, pasti porsinya jauh sama yang biasa dikerjakan mama. Belakangan ini aku lebih sering ada di rumah. Dan dengan semakin seringnya ada di rumah, semakin aku mengerti sibuknya mama di rumah mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebagai seorang anak, pastinya sudah jadi kewajiban aku untuk bantu mama dalam mengurus rumah yang juga aku tinggali. Dengan aku sering ikut membantu mama melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, aku jadi tahu bah