Bicara soal keinginan, sudah pasti kalau manusia selalu punya keinginan yang tak ada habisnya. Mulai dari keinginan yang sederhana dan mudah dicapai seperti ingin makan siang nasi padang, sampai keinginan yang tak bisa dicapai seperti pindah ke Mars. Awalnya saya menulis ini untuk tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus dengan tema "Keinginan yang Masih Ingin Dicapai." Tapi karena gagal saya post sebelum deadline, akhirnya baru saya post sekarang. Tema ini membuat saya berpikir apa keinginan terdalam saya selama ini, yang akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi pergeseran keinginan dari dulu saat masih single sampai sekarang jadi ibu beranak hampir 4.
Mengesampingkan Keinginan Pribadi
Ketika masih lajang, yang dipikirkan hanya diri sendiri. Jadi kebanyakan keinginan ya berpusat pada diri sendiri. Sementara sekarang, keinginan untuk diri sendiri seperti sudah default-nya untuk dikesampingkan. Misalnya saja dari hal yang sederhana seperti saat makan bersama di luar. Saya hampir tidak pernah lagi memesan makanan sesuai keinginan sendiri. Pas lihat menu sih inginnya pesan iga bakar. Tapi ketika anak pertama minta nasi goreng sementara anak kedua ingin mie goreng, akhirnya saya tidak pesan apa-apa karena terpaksa harus menjadi buldoser yang memakan sisa pesanan mereka (karena seringnya mereka tidak bisa menghabiskan porsi dari restoran). Minumnya pun begitu, inginnya pesan jus tapi ujung-ujungnya terpaksa menghabiskan teh leci anak-anak. Sayang kan kalau sisa anak-anak tidak dihabiskan.
Tidak hanya soal makan di restoran, dalam banyak hal lain juga sering saya harus mengesampingkan keinginan pribadi. Ingin pergi facial treatment karena merasa muka sudah kusam, tapi anak-anak rewel jadi sulit untuk meninggalkan mereka. Ingin tidur siang sebentar karena malam sebelumnya begadang menyelesaikan tumpukan setrikaan, tapi setiap baru rebahan langsung ditarik si kecil yang minta ditemani bermain. Ingin beli set skin care lengkap, akhirnya urung karena sepertinya budget-nya lebih dibutuhkan untuk beli baju anak yang sudah kekecilan.
Saking seringnya merelakan keinginan pribadi demi kebutuhan anak-anak, lama kelamaan saya jadi seperti tidak ingin lagi untuk punya keinginan. Mungkin otak saya berpikir daripada kecewa karena keinginan tidak terpenuhi, lebih baik sejak awal tidak ada keinginan. Kadang saya berpikir hal seperti ini tidak benar karena saya seperti bukan hidup untuk diri sendiri. Tapi kadang saya juga berpikir bahwa memang peran sebagai ibu menuntut saya untuk selalu mengutamakan kebutuhan dan keinginan anak-anak. Sampai sekarang ini masih sering jadi perdebatan di kepala saya sih. Kalau menurut mamah-mamah gimana?
Keinginan Yang Tertunda
Meski sering menekan keinginan pribadi, saat ini saya menghibur diri sendiri dengan berpikir bahwa keinginan itu bukan TIDAK bisa tercapai, tapi BELUM bisa tercapai. Mungkin saya saat ini memang harus menjadikan anak-anak prioritas karena mereka masih sangat kecil dan waktu saya memang perlu sebanyak mungkin diberikan untuk memberi pondasi kuat untuk mereka menghadapi dunia. Tapi mungkin nanti ketika mereka sudah lebih besar, akan tiba waktunya saya punya waktu untuk diri saya sendiri termasuk memenuhi keinginan yang sebelumnya sulit tercapai.
Salah satu keinginan terbesar yang saat ini sulit tercapai untuk saya adalah menjadi: PENULIS. Namun dengan kondisi saat ini sebagai IRT dengan anak yang masih kecil-kecil dan tanpa bantuan ART, menemukan waktu untuk bisa menulis bagi saya cukup sulit. Rasanya waktu tersita habis untuk menyelesaikan urusan rumah tangga dan menemani kegiatan anak-anak. Bahkan malam ketika anak-anak tidur pun kadang masih ada pekerjaan rumah tangga yang masih harus diselesaikan, atau malah sudah terlalu lelah sampai hanya ingin tidur saja.
Menulis 1 artikel blog ini saja butuh berminggu-minggu, jadi gimana saya bisa jadi penulis kan? Hehe⦠Di angan-angan saya, rasanya akan bahagia dan bangga sekali kalau bisa melihat nama saya tercetak di sampul sebuah buku. Sayangnya sampai saat ini, satu-satunya buku dengan nama saya tercetak di depannya hanya buku hitam skripsi S1. Haha⦠Oh ada sih e-book MGN di mana nama saya juga tertulis di dalamnya sebagai salah satu kontributor. Tapi kalau melihat nama sendiri tercetak di buku yang dijual di toko buku pasti luar biasa bangganya. Masalahnya, selain sulit mencari waktu menulis, ide mau menulis apa untuk jadi buku juga belum ada sih. Haha.. Nggak apa-apa ya, pelan-pelan saja. Siapa yang tahu kapan keinginan itu bisa terwujud, toh nggak ada kata terlambat kan?
Keinginan Yang Ingin Segera Tercapai
Jika keinginan menjadi penulis rasanya "jauh" karena sadar diri terhadap kondisi yang kurang mendukung, ada satu keinginan yang sudah beberapa bulan terakhir terus mengganggu pikiran saya, yaitu keinginan untuk punya penghasilan sendiri. Sejak mendekati kelahiran anak pertama saya memang sudah resign dari pekerjaan saya di konsultan, dan sejak saat itu saya tidak pernah bekerja kantoran lagi. Pernah saya mencoba berjualan baju anak, tapi berhenti juga setelah punya 2 anak, lebih karena saat itu saya kebingungan mengatur waktu mengurus dua anak. Apalagi saat itu juga saya baru pindah ke rumah sendiri tanpa ART setelah sebelumnya tinggal di rumah orangtua di mana saya tidak harus banyak turun dalam urusan rumah tangga karena ada ART.
Sekarang, ketika harga-harga terus naik tanpa pernah turun, semakin terasa bahwa sepertinya saya perlu punya penghasilan juga. Penghasilan suami sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, tapi sudah terasa semakin sulit bagi kami untuk menyisihkan tabungan yang cukup. Padahal ada beberapa pos yang menurut kami cukup krusial untuk segera dikumpulkan. Bertambahnya anggota keluarga kami dalam waktu dekat artinya kami juga butuh rumah dengan space lebih besar, jadi kami butuh dana untuk renovasi rumah. Lalu anak-anak bertambah besar dan harus sekolah, berarti tabungan pendidikan juga harus lebih besar. Belum lagi biaya naik haji yang besar untuk berdua, yang selalu berusaha kami prioritaskan meski perkiraan waktu keberangkatan masih cukup jauh.
Untuk kebutuhan yang menurut saya cukup utama itu, ditambah kebutuhan harian maupun insidental lainnya, tentu kami butuh tabungan lebih banyak. Memang kami selalu berusaha yakin bahwa rejeki sih nggak ke mana. Tapi kan tetap saja harus punya hitung-hitungan meski kadang hitungan Allah tidak sesuai hitungan kita di atas kertas. Berdasarkan perhitungan, sepertinya memang saya perlu juga punya penghasilan. Masalahnya, saya masih bingung usaha apa yang bisa saya lakukan dari rumah sambil mengurus rumah dan anak-anak. Mau ambil pekerjaan freelancer seperti misalnya menulis, bingung juga apakah saya bisa membagi waktu dengan baik. Opsi lain adalah jualan online, tapi bingung juga apa yang sebaiknya saya jual. Memang kebanyakan bingung dan takutnya sih, malah jadi nggak gerak juga. Hahaā¦
Coba, barangkali mamah-mamah ada ide apa yang saya bisa lakukan untuk mendapatkan penghasilan sambil tetap di rumah mengurus anak-anak?
Komentar
Posting Komentar