Sudah beberapa tahun terakhir sering terdengar istilah gaya hidup YOLO, yang adalah singkatan dari “You Only Live Once”. Gaya hidup ini sempat populer di kalangan dewasa muda, berupa pola hidup konsumtif dan tanpa pertimbangan jangka panjang. “Lo cuma hidup sekali, bro. Jangan sampai waktu lo terbuang sia-sia cuma untuk banyak pertimbangan. Lo pengen apa sekarang, sikat aja! Yang penting happy!” Mungkin gaya hidup YOLO bisa dirangkum lewat beberapa kalimat itu.
Ada yang salahkah dengan gaya hidup itu? Ya, terlalu konsumtif dan tidak memikirkan masa depan. Jika saat ini kita berperilaku konsumtif dengan memenuhi segala keinginan kita, bisa-bisa kita kekurangan di masa depan. Masa depan yang tidak bisa diprediksi akan tetap berpenghasilan atau tidak. Justru karena hidup cuma sekali, bukankah kita malah harus lebih hati-hati menjalaninya? Jika banyak yang mengikuti gaya hidup ini, bagaimana masa depan generasi muda ini?
Namun belakangan muncul gaya hidup baru sebagai bentuk kritik terhadap gaya hidup YOLO, yaitu gaya hidup YONO. Akronim dari “You Only Need One”. Berkebalikan dengan gaya hidup YOLO, gaya hidup YONO justru memilih untuk hidup minimalis dan penuh pertimbangan jangka panjang. Keluarkan uang hanya untuk kebutuhan yang penting saja. Jika masih ada barang dengan fungsi sama yang bisa digunakan, tidak perlu beli yang baru. Kamu hanya perlu satu, kok.
Misalnya sudah punya sepatu lari dengan kondisi yang masih baik dan berfungsi dengan baik, tidak perlu beli sepatu lari baru lagi. Atau sudah punya tas rapi yang pantas dipakai pergi, tidak perlu setiap mampir ke mall beli tas baru, kan? Toh setiap lari kita hanya butuh sepasang sepatu, dan setiap pergi juga hanya perlu membawa satu tas. Jadi tidak perlu menumpuk puluhan sepatu, tas, atau barang lainnya di rumah.
Kebutuhan vs Keinginan
Salah satu soft skill yang sebenarnya perlu dimiliki adalah kemampuan membedakan kebutuhan dan keinginan. Sayangnya memang tidak semua orang punya kemampuan membedakannya. Kebutuhan adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan mengganggu kelangsungan hidup, sementara keinginan adalah sesuatu yang tidak esensial dan jika tidak dipenuhi juga tidak berdampak signifikan pada kelangsungan hidup.
Makan adalah kebutuhan. Tetapi aktivitas makan sendiri bisa menjadi tidak esensial tergantung pilihan makanannya. Maksudnya, setiap orang pasti butuh makan, tapi tentu tidak selalu harus makanan mewah di resto bintang lima, kan? Contoh itu menunjukkan bahwa satu aktivitas esensial seperti makan saja kadang bisa menjadi kebutuhan, kadang bisa menjadi keinginan.
Bukannya kita tidak boleh punya keinginan ya. Keinginan boleh, kok, sesekali dituruti, apalagi jika memang mampu. Tapi tidak perlu semua keinginan dituruti. Ada kalanya kita perlu mengerem dan belajar untuk merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki. Belajar merasa cukup juga adalah soft skill lain yang perlu diasah dan dilatih. Salah satu penyebab banyak orang terjerat pinjaman online mungkin karena tidak punya kemampuan membedakan kebutuhan dan keinginan, juga tidak pernah merasa cukup.
Cukup = Kaya ?
Apakah cukup itu artinya harus kaya? Jika definisi kaya adalah punya banyak harta simpanan dan aset, jawabannya adalah tidak. Orang yang kaya belum tentu bisa merasa cukup. Coba lihat para pejabat yang korup miliaran hingga triliunan rupiah di negara ini. Untuk ukuran sebagian masyarakat Indonesia yang gajinya di sekitaran UMR, para pejabat itu tentu sudah terbilang kaya. Gaji dan tunjangan yang jauh lebih besar daripada rakyatnya, dengan aset yang juga sangat banyak.
Namun mereka tetap mengambil yang bukan haknya dengan cara korupsi, karena mereka serakah dan tidak pernah merasa cukup. Padahal kebutuhan dasar mereka sebenarnya sudah sangat terpenuhi bahkan simpanan mereka juga sangat banyak, tapi masih berusaha mendapat lebih dan lebih dengan cara yang kotor dan merugikan banyak pihak.
Artinya, hati mereka tidak pernah merasa cukup. Selalu ingin lebih terus. Orang-orang dengan pola pikir seperti ini tidak akan merasa puas. Punya harta 10M, akan mencari cara untuk mendapat 100M. Punya harta 100M, tetap akan ingin punya 1T. Terus tidak ada habisnya. Karena masalahnya bukan ada di berapa banyak harta yang sudah dimiliki, tapi ada di hati yang tidak pernah merasa cukup.
Perbanyak Syukur, Hati Tenang
Jika kita bisa merasa cukup dengan apa yang sudah diberi Allah SWT dalam hidup, kita tidak akan lagi mudah iri dengan pencapaian duniawi orang lain. Saat melihat banyak yang flexing di media sosial, tidak lantas mudah terpengaruh untuk ikut-ikutan bergaya hidup mewah. Saat jabatan tinggi digantikan oleh orang lain, tidak lantas curang mencari celah untuk bisa kembali menjabat atau memasukkan anak atau kerabatnya menduduki jabatan itu demi tetap punya kuasa.
Mengejar urusan dunia itu tidak akan ada habisnya. Kalau dalam hidup selalu membandingkan dengan kondisi orang lain, kita akan selalu melihat ada yang lebih daripada kita. Ada yang lebih besar gajinya, ada yang lebih banyak mobilnya, ada yang lebih mewah rumahnya, ada yang lebih sering liburan ke luar negeri, dan seterusnya. Kalau rasa iri terus dipupuk, pasti ada saja yang terlihat kurang dalam hidup kita.
Cobalah untuk fokus melihat pada apa yang sudah kita punya, bukan apa yang belum kita punya. Apa karena kita tidak seperti tetangga yang bisa membeli Alphard baru, lantas kita lupa bahwa selama ini juga kita bisa bepergian tanpa kehujanan karena punya mobil? Jangan sampai karena 1 hal yang belum kita punya, kita jadi lupa pada 1000 hal yang sudah Allah anugerahkan pada kita.
Merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki itu penting, karena dengan selalu merasa cukup kita akan lebih mudah mensyukuri hal-hal yang sudah kita miliki. Tidak ada lagi iri dan cemburu melihat apa yang dimiliki orang lain tentu akan membuat hati kita lebih tenang. Dan dengan hati yang tenang, hidup kita juga pasti akan terasa lebih bahagia.
Penutup
Dalam sebuah hadis dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” Jadi seberapa banyak pun harta yang dimiliki seseorang, jika hatinya tidak merasa cukup ia pasti akan selalu merasa miskin. Sebaliknya orang yang hartanya tidak seberapa tapi selalu merasa cukup, pasti hatinya sangat kaya. Bahagia letaknya di hati, bukan pada benda ataupun orang lain.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Level Up Mamah Gajah Ngeblog periode Februari-April 2025.
Komentar
Posting Komentar