Kemajuan teknologi selalu bisa membantu memudahkan kehidupan kita. Termasuk internet yang bisa sangat banyak memudahkan khususnya dalam bidang informasi. Dengan adanya internet kita bisa dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan informasi, tidak hanya dari sekitar kita tapi bahkan dari belahan dunia lain.
Jika awalnya internet hanya digunakan untuk komunikasi dalam keadaan darurat, lama kelamaan internet semakin berkembang dan dapat digunakan oleh semua orang dengan mudah. Jika sebelumnya internet hanya bisa diakses lewat komputer/PC, sekarang internet sudah ada dalam genggaman setiap orang lewat gawai canggihnya masing-masing.
Dengan berkembangnya internet, media sosial juga mulai bermunculan dan menarik minat warganet seperti friendster, facebook, hingga linkedin. Kemudian media sosial saat ini semakin berkembang juga dengan adanya youtube, instagram, hingga tiktok.
Hanya saja dalam segala hal, sepertinya akan selalu ada dua sisi yang bertolak belakang seperti 2 sisi mata uang. Media sosial banyak manfaatnya dalam hal komunikasi, tapi tidak bisa dipungkiri banyak juga mudarat atau dampak negatifnya. Salah satu mudarat yang saya lihat dan cukup menjadi keresahan adalah soal begitu mudahnya pengguna media sosial melihat kehidupan orang lain di luar sana, sehingga sangat mudah juga untuk terpengaruh. Karena itulah kedewasaan dan kebijaksanaan dibutuhkan dalam penggunaan media sosial. Anak-anak sebaiknya tidak bebas menggunakan media sosial sendiri tanpa pengawasan orang dewasa.
Kebebasan Berekspresi Berujung Flexing
Penggunaan media sosial yang awalnya digunakan sebagai media komunikasi dengan teman lama kelamaan mulai bergeser menjadi ajang untuk update kehidupan. Khususnya setelah berkembangnya media sosial dengan basis foto dan video. Dengan mudahnya mengunggah foto maupun video, orang-orang mulai berlomba-lomba menunjukkan potret terbaik hidupnya.
Foto dan video yang diunggah di media sosial tidak lagi bertujuan untuk dokumentasi pribadi, melainkan untuk meraih sebanyak-banyaknya like dari warganet. Puluhan foto atau video dengan berbagai gaya diunggah sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Lama kelamaan kebebasan berekspresi ini kebablasan menjadi flexing alias pamer, termasuk pamer kekayaan dan kemewahan dengan tujuan mendapat pengakuan dari dunia.
Anak-anak muda sebagai pengguna terbesar media sosial berlomba-lomba menunjukkan gaya hidup mewahnya di media sosial. OOTD menggunakan pakaian, tas, atau sepatu branded. Menggunakan gawai keluaran terbaru seharga belasan hingga puluhan juta. Berfoto dengan latar mobil mewah. Makan di resto terkenal. Hingga liburan ke luar negeri. Semuanya diunggah demi mendapat like dan pengakuan dari warganet.
Seakan-akan kalau tidak menampilkan gaya hidup mewah maka tidak bisa diterima di lingkungannya. Seakan-akan like dari warganet adalah syarat untuk bisa hidup bahagia. Padahal apa iya semakin banyak like maka hidup semakin bahagia? Rasanya tidak, karena kebahagiaan itu kita sendiri yang mengatur dan menciptakan, bukan ditentukan seberapa banyak like di media sosial kita.
Gaya Hidup Hedon
Masyarakat yang haus like pada akhirnya akan berusaha mengikuti gaya yang ramai di media sosial tersebut. Gaya hidup hedon, yang penuh dengan kemewahan. Gaya hidup konsumtif, di mana belanja tidak lagi disesuaikan dengan kebutuhan, melainkan keinginan. Seringnya, mengikuti gaya hidup yang ada di media sosial itu hanyalah keinginan, bukan kebutuhan.
Misalnya ketika ada yang flexing menggunakan iPhone keluaran terbaru, biasanya orang-orang yang melihat itu hanya ingin ikut-ikutan, kan? Bukan butuh? Kalau handphone sebelumnya masih berfungsi dengan baik, untuk apa ganti iPhone keluaran terbaru yang harganya tidak murah? Apa hanya untuk mengejar pengakuan dari orang lain?
Lupa Bersyukur
Pada akhirnya, gaya hidup hedon akibat melihat terlalu banyak post berisi flexing itu hanya akan membuat orang-orang lupa melihat dunia nyata di sekitarnya. Padahal di sekelilingnya mungkin masih banyak orang yang lebih sulit hidupnya. Misalnya orang yang tidak pernah terpikirkan membeli tas branded karena untuk mengganti pakaian yang sudah lusuh saja harus menabung lama. Atau orang yang tidak pernah terpikirkan berlibur ke luar negeri karena liburan terjauhnya hanya bisa botram di kebun kota.
Apalagi bagi anak-anak atau remaja yang masih dalam masa pencarian jati diri, akan lebih mudah untuk terpengaruh gaya hidup demikian. Ketika ada orang yang hidupnya terlihat mentereng dan bisa dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan, para pencari jati diri bisa berpikir bahwa tolak ukur kebahagiaan adalah ketika ia bisa seperti orang itu yang bisa dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan karena punya banyak uang. Ia lupa bahwa justru tolak ukur kebahagiaan asalnya dari dalam hati, yaitu rasa syukur.
Yang saya khawatirkan adalah jika sampai anak-anak saya terpengaruh oleh gaya hidup hedon itu jika terlalu banyak melihat konten flexing di media sosial. Karena itulah saya masih membatasi akses mereka ke media sosial, karena secara usia juga memang masih belum matang. Selain itu mereka juga terus saya bekali soal hidup sederhana dan betapa pentingnya selalu memiliki rasa syukur tanpa terlalu membandingkan diri dengan kehidupan orang lain.
Penutup
Selalu melihat orang lain yang “lebih” khususnya dalam hal materi lama kelamaan akan membuat kita lupa bersyukur. Apalagi jika membandingkannya dengan hidup kita, akan semakin terasa bahwa hidup kita itu selalu kurang. Sehingga akhirnya ketika rasa syukur menghilang, tentu akan sulit mendapat kebahagiaan karena hati akan selalu merasa kurang.
Coba kalau kita mensyukuri apa yang kita punya saat ini tanpa perlu membandingkan dengan orang lain, pasti kita akan selalu merasa cukup dengan apa yang kita punya. Makan nasi hangat dengan telur ceplok dan sambal korek sama kok kenyangnya dengan makan steak wagyu A5. Handphone xiaomi mungkin memang tidak secanggih iPhone 16, tapi kalau kebutuhan penggunaannya bukan untuk pekerjaan yang membutuhkan gawai dengan spek tinggi, tidak harus ikut-ikutan PO iPhone 16 kan? Apalagi kalau sampai harus pinjam sana sini hanya demi “gaya”.
Bersyukur dengan apa yang dimiliki, akan membuat hati selalu merasa cukup. Hati yang merasa cukup akan dijauhkan dari rasa iri dengki melihat kelebihan orang lain. Orang yang tidak pernah iri berarti hidupnya tenang. Orang yang hidupnya tenang pasti akan selalu merasa bahagia.
Aku pun resah banget sih dengan penggunaan sosial media sekarang ini. Tapi kok ya bisa nagih gini ya?
BalasHapus