Tren fesyen adalah sesuatu yang selalu berubah. Tahun ini tren dan banyak dipakai para pecinta fesyen, tapi belum tentu tahun depan masih akan banyak diikuti. Tidak hanya soal model, bahkan warna dalam fesyen juga sangat cepat berubah. Seperti warna sage yang sempat tren di 2023 lalu berganti burgundy di tahun ini.
Mengikuti perubahan fesyen bisa merepotkan dan melelahkan karena perubahannya yang sangat cepat. Mengikuti tren fesyen juga bisa terasa boros dan berlebihan karena artinya tiap pergantian tren harus beli barang baru untuk mengikutinya. Jadi bagi kaum mendang mending seperti saya, lebih baik tidak usah terlalu ikut tren deh daripada harus terus beli barang baru demi mengikuti perkembangan fesyen.
Meski begitu ada juga loh jenis fesyen yang tidak lekang oleh waktu, alias terus disukai dan dipakai oleh banyak orang sejak dulu hingga sekarang. Dalam tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini yang mengangkat tema “Tentang Fashion”, saya mau menulis tentang salah satu jenis fesyen yang tak lekang oleh waktu. Yang saya maksud adalah pakaian yang mungkin dimiliki hampir semua mamah-mamah di Indonesia: daster.
Sebelum membahas tentang daster milik mamah-mamah di Indonesia, tidak ada salahnya untuk tahu asal usul dari daster ini. Daster yang dikenal di Indonesia sekarang ini sebenarnya mengadopsi bentuk pakaian dari Amerika Serikat, yaitu duster. Duster sendiri adalah semacam jubah lebar dan panjang yang berfungsi melindungi pakaian dari debu, yang pada awalnya diperuntukkan bagi para koboi di sekitar abad ke-18. Bahannya yang ringan dan mudah dibersihkan, serta bentuknya yang lebar membuat pemakai duster bisa tetap leluasa bergerak, tapi pakaian di dalamnya tetap terlindungi dari debu dan kotoran.
Pada abad ke-19 duster semakin berkembang tidak hanya di Amerika tapi juga ke Eropa dengan fungsi yang tetap sama yaitu sebagai outer pelindung dari debu. Hanya saja duster di Eropa tidak hanya digunakan oleh koboi, tapi juga mulai digunakan oleh perempuan. Lama kelamaan model duster dimodifikasi tidak hanya menjadi outer tapi justru menjadi pakaian yang dipakai sehari-hari oleh banyak perempuan Eropa. Potongannya yang lebar membuat para perempuan menyukainya karena leluasa untuk bergerak mengerjakan berbagai aktivitas.
Perempuan Eropa tersebut, khususnya dari Belanda lalu membawa duster ke Indonesia dan memperkenalkannya pada perempuan pribumi. Model tersebut lalu diadopsi dan disederhanakan oleh masyarakat pribumi sehingga semakin nyaman untuk digunakan sehari-hari. Modelnya yang lebar serta bahan yang ringan sangat cocok digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis karena sifatnya yang adem. Sebutan untuk jenis pakaian ini juga tetap menggunakan nama aslinya, namun dengan penulisan yang disesuaikan dengan ejaan lokal: daster.
Perkembangan Daster di Indonesia
Pada awalnya model daster di Indonesia sangat sederhana, yaitu baju panjang dan lebar tanpa potongan di pinggang dengan sedikit kancing di bagian dada. Ada pilihan daster dengan panjang selutut berlengan pendek atau daster panjang sampai mata kaki dengan lengan yang juga panjang. Hal ini mungkin dipengaruhi perkembangan fesyen wanita muslim yang menggunakan pakaian panjang dengan lengan yang juga panjang untuk menutup aurat.
Lama kelamaan model daster semakin berkembang, tidak lagi terlalu sederhana. Sekarang ini banyak daster dengan model yang lebih manis supaya tetap bisa tampil gaya dan cantik meski beraktivitas di rumah. Bahkan bisa tetap kece juga digunakan ke luar rumah. Ada daster dengan aksen kerutan di dada atau di pinggang. Ada juga daster tanpa lengan dengan tali kecil di pundak. Atau daster lebar dengan tambahan beberapa layer di bagian bawahnya. Modifikasi ini mungkin bertujuan supaya daster dijauhkan dari kesan kumal, kesan yang sering muncul akibat daster digunakan ibu-ibu yang seharian berjibaku mengerjakan aneka pekerjaan rumah tangga.
Jika duster asli dari Eropa yang berfungsi sebagai outer kebanyakan menggunakan kain polos tanpa motif, di Indonesia daster banyak menggunakan motif yang sesuai dengan kearifan lokal, yaitu batik. Daster batik sangat mudah ditemukan di manapun, mulai dari toko pakaian di mal sampai di pasar. Namun semakin berkembang, daster tidak hanya bermotif batik tetapi juga menggunakan motif lain yang kebanyakan adalah motif floral yang cantik.
Dari segi bahan juga ada macam-macam jenis daster. Mulai dari kain batik, katun, rayon, bahkan bahan kaos. Meskipun berbeda bahan, tapi daster wajib menggunakan bahan yang ringan dan adem, sehingga nyaman untuk dipakai sehari-hari. Saking nyamannya, para ibu-ibu di Indonesia mengenakan daster ini untuk mengerjakan segala aktivitas harian di rumah, bahkan ada yang tetap mengenakan daster untuk berbelanja ke warung atau berjalan-jalan di sekitar rumah.
Seragam Dinas Mamah-Mamah Indonesia
Harus diakui bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang cukup dinamis dan tidak jarang membuat tubuh berkeringat. Misalnya saja memasak dan menyetrika yang membuat mamah-mamah harus terus berada di dekat sumber panas. Tentu ada kalanya tubuh ikut kegerahan, sehingga menggunakan pakaian adem menjadi wajib. Atau pekerjaan lain yang membutuhkan banyak bergerak seperti menyapu, mengepel, sampai beres-beres rumah. Memakai daster bisa jadi pilihan yang paling nyaman. Pada akhirnya, daster menjadi seragam “dinas” kebanggaan mamah-mamah se-Indonesia.
Meskipun mungkin ada ibu-ibu yang masih lebih nyaman menggunakan jenis pakaian lain saat di rumah seperti misalnya kaos dan celana pendek atau training, tapi sebagian besar mamah-mamah di Indonesia sepertinya lebih nyaman menggunakan daster baik saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga maupun saat tidur. Bahannya yang nyaman, adem, dan modelnya yang sangat praktis jadi nilai lebih dari daster dibandingkan dengan jenis pakaian lainnya.
Saking nyamannya, ada yang begitu sayangnya dengan daster-dasternya sampai sudah sobek dan bolong di beberapa bagian pun tetap dipakai untuk beraktivitas sehari-hari. Bahkan ada yang berpendapat bahwa semakin bolong, justru semakin nyaman dipakai. Coba tunjuk tangan, siapa mamah-mamah yang di lemarinya juga punya koleksi daster bolong? Hehe...
Penutup
Bisa kita lihat bahwa daster adalah salah satu jenis fesyen yang tidak kenal tren. Sejak dulu hingga sekarang, daster masih menjadi primadona di kalangan mamah-mamah untuk dijadikan baju rumah. Mungkin modelnya mengalami banyak perkembangan, tapi daster dengan model klasik yang hanya berbentuk lurus lebar dengan kancing di dada juga tetap jadi favorit.
Selain tak lekang oleh waktu, daster juga jadi fesyen yang tidak mengenal kelas. Daster tidak hanya menjadi pilihan mamah-mamah di kelas tertentu, melainkan semua kalangan mamah-mamah. Mulai dari mamah-mamah di kampung, di kota besar, sampai artis dan ibu pejabat sekali pun masih banyak yang memilih daster sebagai pakaian ternyaman di rumah. Hanya saja mungkin beda jenis dan harga dasternya saja. Kalau mamah kaum mendang mending seperti saya memilih beli daster dengan harga 100 dapat 3, mungkin kalau Mama Gigi sih ya minimal beli yang satu potong harga tujuh ratus ribu kali yaa…
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/12/03/menggali-asal-usul-daster-dan-perkembangannya#google_vignette
Baru tahu Kalo daster itu dari kata duster untuk menghalau dust (debu). Sungguh metamorfosis unik jika ngeliat bentuk., penggunaan dan Bahan duster di RI saat ini ya. Sayang ya Aku tak suka pakai daster. Terlalu semeriwing 🤣🤣🤣
BalasHapusSepakat sama Teh Andra. Saya termasuk yang nggak suka pakai daster. Lebih suka piyama atau kaos & celana panjang buat baju sehari-hari di rumah.
BalasHapusFakta menarik haha... Terima kasih sudah berbagi ya teh
BalasHapusDaster tuh nyaman tapi aku cuma cukup pakai waktu tidur aja. Klo WFH pakai daster rasanya bikin pengen leyeh-leyeh aja wkwk
Daster tu kostum ideal di musim panas. Pernah bawain daster buat ibunya temen, eh dipake buat kluar2 lho! Dan memang, belakangan suka ngeliat gaun bermodel daster di toko-toko baju di Prancis sini! 😁
BalasHapusDaster adalah seragam Mamah-mamah Indonesia. Setujuuu. Ahaha.
BalasHapusGara gara Teh Echa mengangkat tema "daster", baru nyadar kalau saya sudah gak pernah pakai daster. Khusus di rumah, saya pakainya kaos dan celana.
Dan tetiba teringat Mama saya. Setiap ditanya anak anaknya, mau dibelikan baju yang seperti apa, jawabannya SELALU: "DASTER". Ahaha. Secinta itu Mama saya dengan daster.
Bagus Teh artikelnya. 😍
Baru tahu, daster, dari "duster". Seingetku aku pakai daster zaman masih di Jakarta. Tapi ngekos di Bandung, masih sih pakai daster tambah mantel. Haha...
BalasHapusSekarang sih celana training & kaos aja...
Baru tahu juga asal usul daster adalah duster. Iya memang daster itu nyaman, tapi saya gak bisa pake daster sobek dan bolong. Harus segera dijahit atau dihibahkan saja.
BalasHapusAku tim makai daster di rumah dan keliling komplek pagi2. Tapi kalau buat ke mall sih belum pernah ya hehehe. Eh tapi, sebenernya sih kalau daster yang udah modern dan ada pinggangnya, ga ada bedanya dengan dress kan. Untuk yang robek kadang masih dipakai di rumah saja sampai kemudian alih fungsi jadi kain lap, hehehe...
BalasHapusAkuu akuuu .. termasuk yang suka banget pake daster. Tapi bukan daster panjang, melainkan sedikit di bawah lutut dan tentunya berlengan pendek. Biar nggak kegerahan ketika pak pik puk di rumah. Paling suka yang bahannya kaos deh.
BalasHapusAku tim nggak punya daster. Di rumah lebih prefer pakai kulot rumah yang ringan dan kaos. Kulotnya dipakai berhari-hari, tinggal ganti atasannya aja.
BalasHapus