Langsung ke konten utama

Safety First

Sejak pertama kali masuk kota Brisbane, yang paling jadi perhatian aku adalah transportasinya. Yah, soalnya itu sih yang paling keliatan sepanjang aku jalan dari bandara ke hotel. Di Australia ini sama sekali ga ada yang namanya macet. Kalau di Indonesia, sebelum status “macet” sebelumnya ada status “padat merayap”, “ramai lancar”, dan “lancar”. Kalau di sini, ga ada tuh yang  namanya ramai lancar, apalagi padat merayap. Semuanya lancaaarr.. Kenapa? Beda sama orang Indonesia yang lebih suka pakai kendaraan pribadi, di sini moda transportasi umum lebih jadi pilihan. Atau bahkan, orang Australia lebih senang jalan kaki.

Selama di Brisbane aku tinggal di tengah kota, yang aktivitasnya ramai. Pertokoan, hotel, café, resto, dan sebagainya. Dan di sana, aku lihat jelas bahwa banyak orang Australia memilih jalan kaki atau naik bus. Area pertokoannya (Queen Street) bahkan didesain khusus untuk pejalan kaki, sama sekali tanpa kendaraan bermotor. Mungkin Queen Street ini kalau di Bandung mirip Jalan Riau atau Dago, yang sepanjang jalan isinya pertokoan semua. Bedanya, di Queen Street semua orang jalan kaki dari satu toko ke toko lain, kalau di Jalan Riau Bandung mungkin dari Heritage ke Terminal Tas aja mobilnya juga ikut pindah parkir. Ga cuma di Queen Street aja, di area lainnya juga banyak pejalan kaki. Halte bus pun penuh sama orang-orang yang nunggu bus. Artinya, orang Australia memang banyak yang lebih memilih jalan kaki atau naik bus.

Selain itu, yang bisa aku simpulkan dari kondisi transportasi di Australia adalah: Safety First. Aku lihat di sini keamanan jadi perhatian terbesar dalam bertransportasi. Keamanan naik kendaraan sampai keamanan berjalan kaki jadi perhatian. Pedestrian didesain lebar dan sangat nyaman untuk pejalan kaki. Aturan bertransportasi dimengerti dan diaplikasikan dengan benar sama para pengguna jalan. Ga cuma di Brisbane, tapi juga di Middlemount, kota kecil tempat aku tinggal selama 2 bulan. Kalau di Indonesia? Sama-sama tahu kan, aturan hanya aturan, aplikasi di lapangan beda lagi. Aku membandingkan kondisi di Australia sama Indonesia bukan untuk menjelek-jelekan negeri sendiri, tapi untuk menunjukkan bahwa kondisi transportasi di Indonesia memang perlu dibenahi untuk kenyamanan semua pihak.

Di Australia, pedestrian dibuat lebar dan nyaman untuk pejalan kaki. Beda sama pedestrian Indonesia yang kecil, dan banyak yang dihalangi pohon besar sehingga pejalan kaki tetap harus turun ke badan jalan karena pohon besar itu mengambil seluruh lebar pedestrian, jadi potensi kecelakaan tetap besar. Di Australia, pejalan kaki juga sangat terjaga keselamatannya, karena pengemudi mobil di Australia dilatih untuk mengutamakan pejalan kaki. Untuk penyeberangan misalnya, di setiap traffic light ada lampu khusus untuk pejalan kaki, dan zebra cross pun tersedia. Kalaupun bukan di jalan besar yang pakai traffic light, mobil selalu bersedia menunggu pejalan kaki yang mau nyebrang. Bahkan, walaupun pejalan kaki masih ada dalam jarak 10 langkah dari jalan -yang harusnya mobil masih bisa terus jalan-, justru mobil tetap berhenti untuk ngasih jalan ke pejalan kaki. Aku yang ga terbiasa kaya gitu di Indonesia malah jadi panik sendiri, nyeberang jadi buru-buru. Kalau di Indonesia kan walaupun pejalan kaki yang mau nyeberang udah berdiri di pinggir jalan dengan tangan teracung tinggi minta jalan, mobil tetap melaju kencang ga ngasih jalan. Jadi, keselamatan pejalan kaki di Australia memang diperhatikan dengan sangat baik. Ga kaya kejadian di Jakarta baru-baru ini, pejalan kaki yang taat aturan untuk jalan di pedestrian aja masih diseruduk mobil mabok sampai jatuh 9 korban jiwa.

Selain pejalan kaki, keamanan orang di dalam mobil pun terjaga. Semua yang ada di dalam mobil HARUS pakai seat belt. Anak kecil yang masih terlalu kecil untuk bisa pakai seat belt HARUS duduk di car seat dengan seat belt terpasang. Agak ribet memang, karena kalau mau bepergian pakai mobil harus bongkar pasang car seat, belum lagi kalau anak kecilnya rewel karena di Indonesia terbiasa dipangku dan di Australia harus duduk sendiri. Tapi ini semua untuk keamanan masyarakat yang berkendara. Kalau melanggar aturan ini konsekuensinya cukup besar.

Aturan batas kecepatan kendaraan juga ada. Kalau ada tanda bahwa batas maksimum kendaraan adalah 40 km/jam, ya tetap harus dipatuhi, sekosong apapun jalanan. Jalan antar kota yang pernah aku lewati banyak yang sedang dalam perbaikan, dan di lokasi perbaikan itu kecepatan maksimum ada yang hanya 40 km/jam. Jalan itu jalan antar kota yang kosong luar biasa, tapi karena ada tanda 40 km/jam itu, mobil tetap harus direm sampai kecepatannya 40 km/jam. Siput banget memang, tapi di Australia aturan adalah aturan yang harus dipatuhi.

Di jalan antar kota dari Middlemount yang merupakan lokasi tambang banyak kendaraan besar yang mengangkut berbagai kendaraan tambang yang besar-besar. Kendaraan over-size itu lewat di jalan yang hanya terdiri dari 2 lajur. Kalau kendaraan over size itu mau lewat, sebelumnya ada mobil yang berjarak sekitar 300-500m di depan koendaraan over-size itu yang menyalakan lampu kuning yang berputar-putar di atas mobilnya untuk menandakan bahwa kendaraan over-size itu akan lewat, dan kendaraan dari arah sebaliknya harus berhenti di pinggir untuk ngasih jalan. Dan mobil yang berlawanan arah sama kendaraan over-size itu memang HARUS berhenti di pinggir untuk ngasih jalan ke kendaraan over-size itu.

Aku juga melihat perbedaan signifikan antara arti lampu kuning di traffic light di Indonesia sama di Australia. Di Australia, kalau traffic light berubah warna dari hijau ke kuning, pengemudi mobil pasti injak rem. Beda sama Indonesia yang aku cukup yakin kebanyakan orang yang melihat lampu hijau berubah jadi kuning malah bakal injak gas biar ga nunggu, apalagi sopir angkot. Betul? Haha..

Mungkin bisa aku bilang bahwa perbedaan dasar antara transportasi Australia – Indonesia adalah masalah ketaatan dalam bertransportasi. Di Indonesia, sudah jadi kebiasaan umum untuk melanggar peraturan. Selain itu, penegakan aturannya juga sangat lemah, jadi masyarakat ga terlalu merasa takut untuk melanggar aturan. Beda sama Australia, yang aturan adalah harus ditepati, dan kalau aturan ga ditaati konsekuensi yang harus ditanggung juga sangat besar. Jadi bisa aku bilang, untuk membenahi transportasi di Indonesia, yang harus diubah bukan aturannya, tapi manusianya. Ya pengguna jalannya, juga penegak aturannya. Kalau sama-sama mengerti arti dari suatu aturan dan manfaatnya untuk keselamatan, harusnya aturan yang ada dalam bertransportasi selama ini bisa diaplikasikan dengan baik, dan bertransportasi di Indonesia pun bisa jadi lebih nyaman.

Safety first.


Komentar

Popular Posts

Garuda di Dada Timnas -> Salah??

Ada yang mempermasalahkan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas Indonesia. Padahal, timnas Indonesia sendiri lagi berjuang mengharumkan nama Indonesia di ajang Piala AFF 2010.  Ini 100% pendapat pribadi aja yah.. Apa sih yang salah dengan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas? Bukannya dengan adanya lambang Garuda di dada itu berarti mereka yang ada di timnas bangga jadi Indonesia dan bangga bisa berlaga di ajang internasional dengan membawa nama Indonesia? Bukannya dengan membawa lambang Garuda di dada itu berarti mereka akan makin semangat untuk main di lapangan hijau karna membawa nama besar Indonesia? Dan itu berarti Bang BePe dan kawan2 itu akan berusaha lebih keras untuk membuat semua warga Indonesia bangga? Pernah liat timnas maen di lapangan hijau? Pernah liat mereka rangkulan sambil nyanyiin lagi wajib INDONESIA RAYA? Pernah merhatiin ga kalo mereka sering mencium lambang Garuda yang ada di dada mereka setiap abis nyanyiin lagu INDONESIA RAYA? Pernah juga ga merha

Makanan Favorit di Setiap Masa "Ngidam"

Setelah bulan lalu saya gagal setoran karena kesulitan mencari waktu untuk menulis di sela-sela perubahan ritme kehidupan selama ramadan, bulan ini saya tidak mau lagi gagal setoran tulisan. Kebetulan tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah tentang makanan favorit.  Sebenarnya kalau ditanya apa makanan favorit saya, jujur bingung sih jawabnya. Karena saya bisa dibilang pemakan segala. Buat saya makanan hanya ada yang enak atau enak banget. Hehe… Jadi kalau disuruh memilih 1 makanan yang paling favorit sepanjang masa, ya susah. Makanya ketika beberapa minggu belakangan ini saya sering terbayang-bayang satu jenis makanan, saya jadi terinspirasi untuk menjadikan ini sebagai tulisan untuk setoran tantangan bulan ini. Iya, saya memang sedang sering ngidam. Ngidam kurang lebih bisa diartikan keinginan dari seorang ibu hamil terhadap sesuatu, umumnya keinginan terhadap makanan. Ngidamnya setiap ibu hamil juga beda-beda, ada yang ngidamnya jarang tapi ada juga yang sering

Mama sang Wonder Woman

Mama adalah segalanya.. Mama adalah Wonder Woman terhebat yang pernah ada di dunia ini.. :) Di keluargaku, dan sepertinya juga hampir sebagian besar keluarga, mama merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam urusan rumah. Segala urusan rumah dari mulai cuci baju, cuci piring, bersih-bersih rumah, masak, dan sebagainya itu semuanya mama yang urus.. Anggota keluarga yang lain seperti suami dan anak-anaknya mungkin juga ikut membantu, kadang bantu mencuci, bersih-bersih, ato urusan rumah lainnya. Tapi tetap saja kalau dihitung-hitung, pasti porsinya jauh sama yang biasa dikerjakan mama. Belakangan ini aku lebih sering ada di rumah. Dan dengan semakin seringnya ada di rumah, semakin aku mengerti sibuknya mama di rumah mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebagai seorang anak, pastinya sudah jadi kewajiban aku untuk bantu mama dalam mengurus rumah yang juga aku tinggali. Dengan aku sering ikut membantu mama melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, aku jadi tahu bah