Menjadi bagian dari segelintir orang yang seringkali mendapat stigma negatif di masyarakat tentu tidak mudah. Terlebih lagi jika stigma tersebut juga datang dari keluarga sendiri, padahal seharusnya keluarga menjadi orang-orang yang selalu mendampingi dalam kondisi apapun. Hal inilah yang diceritakan dalam film Nada Untuk Asa, sebuah film yang rilis tahun 2015, yang terinspirasi dari kisah nyata milik Yurike Ferdinandus, seorang perempuan yang positif HIV.
SINOPSIS
Nada harus mengalami kepedihan akibat meninggalnya sang suami, Bobby, akibat kanker. Padahal ia memiliki tiga orang anak yang masih kecil, bahkan satu di antaranya masih bayi. Ketika masih dalam keadaan berduka, ia kembali mendapat kejutan bahwa ternyata suaminya adalah seorang pengidap HIV, bahkan sudah 4 tahun lamanya virus tersebut ada dalam tubuh Bobby. Seakan kepedihannya belum cukup, Nada harus menerima kenyataan pahit bahwa ternyata dirinya pun sudah terinfeksi virus HIV.
Dokter yang mengetahui tentang HIV yang diderita Bobby meminta Nada untuk memeriksakan bayinya juga, mengingat Bobby telah terinfeksi virus HIV sejak 4 tahun yang lalu, sebelum kelahiran anak bungsunya. Namun Nada menolak keras bahkan histeris saat dokter menyarankan hal tersebut. Tapi Gita, adik ipar Nada, diam-diam memeriksakan bayi Nada tersebut, dan Nada kembali harus menelan pil pahit ketika mengetahui bahwa Asa, bayinya, juga terinfeksi virus HIV. Yang membuat Nada semakin terpukul adalah karena keluarganya sendiri bahkan memaksa ia dan bayinya yang terinfeksi HIV untuk menjauh dengan alasan kesehatan anggota keluarga yang lain.
Asa, yang telah tertular virus HIV sejak awal kehidupannya, berusaha menjalani hidup normal sebagai pengidap HIV. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pengidap HIV masih memiliki stigma negatif di mata masyarakat pada umumnya. Dijauhi orang, bahkan dipecat dari pekerjaan karena statusnya sebagai pengidap HIV harus dijalani oleh Asa. Namun kehadiran Wisnu memberikan harapan bagi Asa untuk bisa menjalani hidup senormal orang yang bukan pengidap HIV.
ULASAN FILM
Film ini menceritakan 2 waktu yang berbeda, yang pertama adalah masa di mana Nada baru mengetahui bahwa dirinya dan bayinya, Asa, tertular HIV dari suaminya yang baru meninggal, dan yang kedua adalah masa di mana Asa sudah berusia dewasa dan berusaha menjalani hidupnya dengan normal sebagai pengidap HIV. Sayangnya, penyajian cerita dua perempuan dalam dua masa yang berbeda ini pada awal film terasa agak membingungkan karena disajikan dengan alur maju mundur. Namun begitu kita sebagai penonton mengerti bahwa di dalam film diceritakan ada dua perempuan dari dua generasi yang berbeda, penonton kembali dibuat nyaman dengan alur ceritanya.
Tema tentang penyakit HIV ini bukanlah tema yang umum dijadikan sebuah film. Bagusnya, ada sedikit ilmu tentang HIV yang diselipkan sehingga diharapkan dapat mengubah stigma negatif yang ada di masyarakat terhadap pengidap HIV. Misalnya, ada percakapan antara Asa dan bos di kantornya saat Asa dipecat dari pekerjaannya karena hasil tes kesehatannya menunjukkan hasil positif HIV, lalu Asa berusaha menjelaskan bahwa seorang pengidap HIV belum tentu terkena AIDS, dan bahwa sebenarnya pengidap HIV tidak perlu ditakuti. Lalu peran Wisnu yang merupakan pendamping ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) memegang peran penting dalam penyampaian pesan ini di dalam film, karena Wisnu memberi contoh kepada penonton dengan bersikap sangat normal terhadap Asa bahkan sejak pertama kali Wisnu mengetahui bahwa Asa adalah seorang pengidap HIV.
Cerita yang disuguhkan dalam film ini dan didukung akting para aktor dan aktris yang apik membuat film ini terasa nyata dan tidak berlebihan. Tidak ada adegan yang terlihat lebay, semuanya terasa real dan sangat mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Rasa sedih, marah, takut, disuguhkan dengan porsi yang pas melalui akting para aktor dan aktris yang mumpuni. Karena aktingnya yang pas ini, Marsha Timothy sebagai pemeran Nada bahkan sampai memenangkan penghargaan pemeran utama wanita terbaik sekaligus terfavorit dalam ajang Indonesia Movie Awards tahun 2015.
Film ini berusaha memperlihatkan perbandingan bagaimana para perempuan yang positif HIV menjalani kehidupannya. Ada Nada yang terseok-seok berusaha menerima kenyataan pahit bahwa dirinya tertular virus HIV, ditambah respon sebagian keluarganya yang justru menjauhinya menambah Nada semakin kesulitan menerima kenyataan. Namun pada akhirnya Nada bisa berdamai dengan keadaan dan menjalani hidupnya senormal mungkin. Ada juga Asa yang bisa lapang dada menerima kondisinya dan secara positif menjalani hidupnya meski berulangkali diberikan cap negatif dari lingkungannya. Dan meski porsinya kecil, tapi ada juga Wanda, yang diceritakan sebagai perempuan positif HIV yang tidak bisa menerima kenyataan hingga mengalami gangguan jiwa. Kemunculan Wanda juga memegang peranan penting dalam alur cerita di film ini. Perbandingan ketiga perempuan dalam menyikapi kenyataan bahwa di dalam dirinya terdapat virus HIV inilah yang membuat film ini terasa nyata. Karena memang pada kenyataannya, ketika seseorang dihadapkan dengan kepedihan hidup, akan ada macam-macam reaksi mulai dari penolakan hingga penerimaan, bukan?
"Kenapa kita yang harus menanggung semua ini, Ma? Kenapa bukan orang lain saja?"
"Karena kita mampu."
Peranan keluarga dalam pengembangan cerita di film ini juga sangat besar. Adanya penolakan dari keluarganya sendiri bahkan hingga diminta menjauh membuat Nada semakin merasakan kesedihan dan kemarahan. Emosi penonton ikut diaduk-aduk ketika menyaksikan adegan Nada berkonflik dengan keluarganya ini. Namun penerimaan dan dukungan dari keluarga suaminya akhirnya bisa membantu Nada menerima kenyataaan. Begitu juga bermacam penolakan maupun penerimaan bagi Asa dalam kesehariannya menambah bumbu konflik yang terjadi dalam film ini. Permainan emosi penonton inilah yang menambah menarik film ini untuk ditonton.
PESAN DARI FILM
Selain menyelipkan edukasi tentang virus HIV dan penderitanya, film ini juga berusaha menyampaikan pesan untuk selalu positif dalam menjalani hidup. Meskipun ada beban berat yang harus ditanggung, kita diajak untuk bisa tetap sabar dan kuat dalam menjalaninya. Keceriaan yang ditunjukkan Asa memberikan gambaran bahwa jika hidup dijalani dengan ringan dan penuh senyuman, berbagai rintangan dalam hidup tidak akan terasa terlalu berat. Berani untuk terus menghadapi berbagai cobaan hidup adalah hal yang ingin ditekankan dari film ini.
"Banyak orang yang kagum ketika melihat orang yang berani mati, tapi perempuan positif justru mengajarkan aku untuk berani hidup."
Selain itu, dalam film ini ada pesan juga untuk bisa memaafkan. Nada yang tertular virus HIV dari suaminya tentu pada awalnya marah dan kesulitan menerima kenyataan tersebut, bahkan sampai mencari keberadaan perempuan yang pada awalnya menulari suaminya. Tapi dengan bantuan keluarganya, akhirnya Nada bisa menerima kenyataan dengan memaafkan suaminya dan perempuan yang telah menulari suaminya tersebut. Meskipun berat pada awalnya, namun ketika telah berhasil memaafkan maka kita bisa menerima kenyataan dan kehidupan pun akan terasa lebih ringan. Dan keluarga akan selalu menjadi keluarga, meskipun ada kesalahan yang pernah dilakukan.
"Satu kesalahan besar di akhir hidup papa, nggak akan bisa menghapus semua kebaikan yang sudah papa kasih sepanjang perkawinan."
TENTANG FILM
Judul: Nada Untuk Asa
Sutradara: Charles Gozali
Penulis: Charles Gozali
Tanggal rilis: 5 Februari 2015
Pemeran:
Marsha Timothy
Acha Septriasa
Darius Sinathrya
Wulan Guritno
Mathias Muchus
---
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juni dengan tema tulisan "Film Keluarga". Film ini saya pilih karena di dalamnya ada bagian yang menceritakan relasi antar keluarga. Jika ingin menonton, film ini bisa disaksikan secara legal di Disney+ Hotstar.
Teeh, saya baca review teteh aja rasanya udh pengen nangis, ngebayangin beratnya hidup Nada. Bisa nih nanti nyoba nonton film ini
BalasHapusAkting para pemainnya juga oke sih teh, jd berasa gitu "sakit"nya
HapusWah, menarik, ini. Pemainnya juga keren2. Langsung meluncur ke disney+ tapi filmnya nggak ada di Prancis ini... š
BalasHapusYaaahh,, iya ya teh ga ada di sana. Simpen dulu teh, nonton nanti pas mudik š
HapusBaru tau ada film ini. Menarik banget temanya. Saya pernah punya kenalan yang ternyata mengidap AIDS. Baru ketauan setelah masuk RS karena komplikasi. Walaupun sudah dibilang tidak menular segampang itu tapi keluarganya tetap menutupi fakta sebenarnya karena takut pada stigma negatif yang diberikan.
BalasHapusSaya juga baru tau teh, nontonnya juga ga sengaja. Padahal pemainnya lumayan bagas kan.
HapusIya memang, ga bisa dipungkiri klo penyakit ini masih dianggap penyakit "kotor" ya, susah diubah.
Baca sinopsisnya aja sediih.. Nanti coba cari ah di disney hotstar
BalasHapusTemanya berat dan sedih ya.. makasih teh reviewnya, baru tau ada film ini. Hebat juga berani mengangkat tema ini di film.
BalasHapusAku ga berani nonton yang sedih2 euy, baca tulisan ini aja aku hampir ga kuat. Tapi bagus ya kakau film Indonesia mengangkat ini jadi sekalian mengedukasi penonton .
BalasHapus