Tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juni ini adalah tentang parenting. Hmm,, tema yang cukup berat, mengingat ilmu saya yang masih sangat cetek soal parenting, dan gaya parenting saya yang jauuuuhhh dari kata sempurna. Yah, ngomel ke anak-anak masih jadi rutinitas harian, saya sering merasa kekurangan waktu untuk menemani anak-anak bermain, dan saya masih sering menutup hari dengan menyesali apa yang saya lakukan (atau tidak dilakukan) kepada anak-anak seharian itu. Tentu gaya parenting saya bukan contoh yang baik kan kalau begitu.
Gaya parenting seseorang terhadap anak-anaknya mau tidak mau pasti terpengaruh oleh gaya parenting yang diterimanya semasa kecil. Bisa jadi meniru gaya parenting orang tuanya, atau sebaliknya justru tidak meniru gaya parenting tersebut, mungkin karena gaya parenting yang diterima kurang menyenangkan sehingga tidak ingin diteruskan kepada anak-anaknya. Gaya parenting saya pun tentu dipengaruhi gaya yang saya terima dari kedua orang tua saya. Ada gaya yang saya suka dan saya tiru, namun ada pula yang tidak saya teruskan kepada anak-anak saya karena alasan tertentu.
Salah satu hal yang saya paling suka dan ingin saya tiru adalah bagaimana orang tua saya mendidik saya serta kakak-kakak dan adik-adik saya mengenai hidup sederhana dan merasa cukup. Secara umum saya dibesarkan dalam keadaan ekonomi keluarga yang cukup, tidak kekurangan tapi juga tidak terlalu berlebihan. Kebutuhan sehari-hari dapat selalu dipenuhi oleh orang tua, dan keinginan anak-anaknya yang sebenarnya bukan kebutuhan primer pun seringkali bisa dipenuhi. Namun yang saya kagumi adalah bagaimana orang tua saya bisa mendidik anak-anaknya untuk bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, juga bisa tetap memilih sederhana meskipun sebenarnya bisa untuk bergaya lebih. Kami anak-anaknya pun bisa selalu merasa berkecukupan dengan apa yang kami miliki tanpa terganggu ketika melihat orang lain punya lebih.
Merasa Cukup Adalah Kunci Bahagia
Ilmu selalu merasa cukup sebenarnya adalah kunci untuk selalu bahagia. Bayangkan saja jika kita tidak pernah merasa cukup dengan apa yang kita punya, kita akan selalu gelisah untuk mencari lebih lagi walaupun sebenarnya yang kita miliki sudah cukup untuk kita hidup nyaman. Sebaliknya jika kita merasa apa yang kita miliki sudah cukup, hidup kita akan lebih tenang karena tidak akan ada perasaan iri melihat apa yang dimiliki orang lain. Dengan hati yang tenang, tentu hidup akan lebih bahagia. Jadi hidup sederhana dan merasa cukup dengan kesederhanaan itu sebenarnya bisa membuat kita bahagia.
Sikap itulah yang menurut saya berhasil diajarkan orang tua saya kepada anak-anaknya. Sejak dulu hingga saat ini kami tidak pernah terganggu dengan apa yang dimiliki orang lain namun tidak kami miliki. Misalnya saja saat dulu sedang booming semua orang menggunakan handphone blackberry, kami tidak ikut-ikutan ingin langsung membeli, karena kami tahu handphone yang kami miliki saat itu masih sangat layak pakai sehingga tidak perlu buru-buru diganti hanya untuk mengikuti tren. Atau ketika sekarang teman memakai tas-tas impor mahal bermerk, kami tidak memiliki keinginan membeli karena kami merasa tas lokal dengan harga murah yang sudah kami miliki pun cukup untuk membawa barang kami ketika pergi. Sejak dulu kami selalu mengutamakan fungsi dibanding gengsi.
Contoh Adalah Metode Pendidikan Paling Nyata
Saya sempat berpikir bagaimana sebenarnya metode pengasuhan orang tua saya dulu kepada anak-anaknya sampai kami paham bahwa hidup sederhana dan merasa cukup dengan kesederhanaan itu akan bisa membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Kesimpulan yang bisa saya tarik adalah, orang tua sejak dulu mencontohkan gaya hidup sederhana dan tidak pernah terganggu apalagi sampai iri dengan apa yang dimiliki orang lain. Orang tua tidak pernah mencontohkan membeli barang secara impulsif yang tidak ada manfaatnya. Orang tua mencontohkan untuk memakai satu barang sampai usang dan baru membeli yang baru ketika memang dibutuhkan. Lalu orang tua juga sama sekali tidak pernah mengeluarkan komentar sedikitpun ketika melihat orang lain memiliki sesuatu yang lebih daripada kami.
Untuk anak-anak, contoh adalah metode pendidikan yang paling mudah diterima karena nyata. Tidak seperti nasihat yang abstrak dan sulit dimengerti, contoh bisa dilihat oleh anak-anak sehingga lebih mudah untuk dipahami dan ditiru. Children see, children do. Begitu pula orang tua saya, mereka mencontohkan kesederhanaan secara konsisten sejak saya masih kecil hingga dewasa, sehingga konsep sederhana dapat saya pahami, dan lebih mudah pula untuk saya tiru. Bahkan saking merasuknya didikan soal sederhana ini, saya sampai sering merasa aneh dengan orang yang lebih mementingkan gengsi daripada fungsi, dan rela menghamburkan uang untuk ikut bergaya mengikuti tren terkini.
Tantangan Saat Ini: Media Sosial
Saat ini saya cukup miris melihat banyak orang khususnya remaja hingga remaja dewasa yang tidak bisa mengukur kemampuannya. Demi bisa mengikuti gaya dari teman-temannya, banyak yang rela melakukan berbagai cara mulai dari memaksa meminta uang pada orang tua, bahkan hingga melakukan tindakan kriminal. Padahal itu semua hanya demi gengsi semata, tidak esensial untuk hidupnya. Misalnya merasa harus punya iPhone keluaran terbaru untuk bisa diterima dalam suatu lingkungan pergaulan, atau merasa harus segera punya mobil keren untuk bisa terlihat bergaya saat kumpul dengan teman-teman. Pemikiran seperti ini artinya mereka tidak bisa merasa cukup dengan apa yang sudah dipunya, dan pada akhirnya sulit untuk bahagia karena terus mengejar gengsi yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemampuan.
Setelah dipikir-pikir, saya rasa itu semua adalah hasil dari pengaruh media sosial. Lewat media sosial kita jadi sangat mudah melihat "kesuksesan" dan "kebahagiaan" orang lain yang ditampilkan di media sosial, lalu pada akhirnya membandingkan dengan kehidupan kita. Setelah membandingkan kita jadi mulai memiliki keinginan untuk ikut merasakan kebahagiaan yang sama. Padahal yang ditampilkan di media sosial itu belum tentu nyata, dan kita tentu tidak tahu apa yang sebenarnya ada di balik sebuah postingan foto atau video berdurasi pendek kan?
Ini menjadi tantangan yang berbeda untuk orang tua sekarang dibandingkan jaman orang tua kita dulu. Di era saat ini di mana terjadi banjir informasi dari dunia digital termasuk media sosial, ada bekal lebih yang harus ditanamkan pada anak-anak yaitu ilmu memilah informasi yang perlu diserap. Tanpa ilmu ini kita akan kewalahan dengan banjir informasi dari media sosial, termasuk informasi "kesuksesan" orang lain (yang belum tentu nyata). Sebaliknya jika kita memiliki ilmu memilah informasi, kita jadi bisa membedakan mana informasi yang nyata dan palsu, serta mana informasi yang perlu diserap dan mana yang tidak perlu. Dengan demikian tidak akan ada informasi palsu yang bisa mempengaruhi hidup kita secara negatif.
Penutup
Hanupis ini Teh Echa sudah menuliskan tentang "hidup sederhana dan merasa cukup."
BalasHapusWalau berat ya dengan segala tantangan di luar sana ... Penting kiranya kita tetap bersahaja. Aku juga coba terapkan agar anak-anak lebih senang berbagi, bukan hanya berorientasi kesenangan pribadi.
salam semangat
Aamiin aamiin ya Rabb, semoga kita semua dapat mendidik buah hati dengan baik dan menghasilkan anak yang berkualitas dan bahagia. š¤²š„°
BalasHapusSaya pun sangat sependapat mengenai hidup sederhana, tidak berfoya-foya meskipun mampu, dan selalu mensyukuriNya, merasa cukup indeed salah satu sumber bahagia, dan jauuh dari penyakit hati.
Sekaligus reminder buat saya, saya juga selalu mengajarkan anak untuk membeli sesuatu yang fungsional, tidak bergantung pada merk apalagi kalau tujuan utamanya hanya demi status sosial.
Cuman sayanya saja yang kadang boros, karena suka ber-OOTD, paling sering beli baju. Duh semoga si bocah pas gak lihat ya pas lagi asyik hunting baju di website. Ehehe.
Teeimakasih reminder dan tulisannya ya Mamah Echa. :)
Aamiin... š¤²
BalasHapusOrang tua yang cerdas, berilmu, dan bisa memberi contoh. Terima kasih atas poin2 yang menyimpulkan... š¤š
Setuju banget, kita harus merasa cukup dan hidup sederhana. Selain itu harus menjadi contoh bukan cuma menuntut anak. Kalau kita merasa cukup, mau apapun dipamerkan orang lain di sosial media, rasanya nggak akan mempengaruhi ya, karena kita sudah merasa cukup dan tentunya nggak juga akan pamer2 apa yang kita punya.
BalasHapus