Tanggal 14 Februari 2024 jadi hari perayaan demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Semua warga berhak memberi suara untuk memilih pemimpin negara untuk 5 tahun ke depan. Tak usahlah ya bertanya siapa pilihan saya, cukup saya saja yang tahu. Mari tetap junjung saja salah satu prinsip pemilu: rahasia.
Sebenarnya topik politik adalah salah satu topik yang cukup sering saya hindari, baik di dunia maya maupun nyata. Saya sering tidak nyaman membicarakan politik. Tapi berhubung tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog di awal tahun ini adalah tentang āHarapan untuk Pemimpin Indonesiaā, jadi ya sepertinya akan sedikit menyinggung soal pemimpin dan politiknya. Sedikit saja, karena saya tidak punya cukup ilmunya jadi tidak boleh juga ya berkomentar terlalu banyak.
Presiden Orang Terhebat
Dulu, ketika masih kecil saya berpikir bahwa presiden adalah sosok yang sangat luar biasa, bisa memimpin sebuah negara super besar seperti Indonesia yang secara bentuk terpisah-pisah oleh lautan. Tapi semakin besar dan semakin saya banyak mendengar soal politik, kehebatan presiden di mata saya tidak lagi sebesar dahulu. Setelah dewasa saya melihat dalam politik kadang orang-orang yang terlibat berusaha mendapatkan keinginan dengan cara-cara yang kurang sesuai. Berbagai kecurangan terjadi, praktik politik uang, hingga tebaran janji-janji palsu.
Apakah saya salah kalau mulai berpendapat bahwa politik itu ākotorā? Mungkin ada yang berpikir begitu ya, tapi jujur itu yang saya pikirkan. Calon presiden sebelum dipilih menebar janji-janji manis untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. Tapi begitu terpilih dan menjalankan tugasnya, nyatanya banyak janji yang tidak terlaksana. Malah muncul kebijakan-kebijakan yang seringkali merugikan masyarakat secara umum.
Belum lagi kasus-kasus orang di sekitar presiden yang tertangkap KPK, seperti misalnya para menteri. Meski tidak berkaitan langsung dengan presiden, tapi menteri-menteri tersebut kan dipilih langsung oleh presiden. Jadi ketika ada menteri yang tersandung kasus korupsi, ada penyesalan kenapa presiden memilih orang yang kurang jujur untuk memegang peran menteri. Dan secara tidak langsung itu berdampak juga pada kesejahteraan masyarakat.
Jujur saja pada pemilihan kali ini pun saya tidak yakin harus memilih siapa. Hingga detik terakhir pun ketika di dalam bilik suara saya masih bimbang dan sempat termenung menatap surat suara. Di mata saya ketiga pasangan punya kekurangan besar yang berbeda-beda. Kecenderungan kepada salah satu paslon memang ada, tapi kekurangannya itu tetap membuat saya ragu.
Pada akhirnya memang saya harus memilih bukan yang paling baik, tapi yang tidak terlalu ājahatā.
Harapan Sebagai Masyarakat Umum
Sebagai masyarakat, tentu saya dan kita semua boleh menaruh harapan terhadap pemimpin kita, siapapun nanti yang akan terpilih. Harapan utama saya sebenarnya supaya pemimpin Indonesia nantinya bisa menjadi orang yang jujur dan amanah. Orang jujur tidak akan membohongi masyarakat apalagi untuk kepentingan pribadinya. Orang amanah akan sadar tugas utamanya sebagai presiden adalah menjaga negara dan menyejahterakan rakyat, dan pasti akan bekerja keras untuk itu.
Pemimpin yang jujur dan amanah akan selalu ingat bahwa dia bisa menjadi presiden adalah karena dipilih oleh rakyat. Karena itu, kesejahteraan rakyat akan selalu ditempatkan di atas kepentingan pribadinya maupun golongan. Kebijakan yang diambil akan dipikirkan untuk kepentingan masyarakat umum, bukan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.
Presiden juga akan menjadi role model bagi pejabat-pejabat di bawahnya. Jika presidennya jujur dan amanah, harapannya tentu pejabat di bawahnya pun akan berlaku jujur dan amanah. Atau minimal, akan lebih segan untuk berbuat tidak jujur atau tidak amanah, misalnya korupsi.
Harapan Sebagai Ibu
Saat ini peran utama yang saya jalani adalah sebagai ibu dalam keluarga kecil saya. Dan sebagai ibu, fokus utama saya tentu untuk kebahagiaan dan kesejahteraan anak-anak. Bidang yang menjadi concern utama saya saat ini khususnya adalah masalah kesehatan dan pendidikan. Saya berharap kebijakan presiden terbaru siapapun itu akan memudahkan masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan secara maksimal.
Sejak saya punya anak pertama hingga sekarang anak keempat, saya merasakan pelayanan kesehatan dari pemerintah sudah ada peningkatan. Misalnya saja pelayanan imunisasi bayi. Dulu hanya ada sedikit jenis vaksin yang disubsidi pemerintah dan bisa diberikan murah di puskesmas. Jadi kalau mau bayinya dapat vaksin lengkap, orang tua harus merogoh kocek cukup dalam. Artinya tentu tidak seluruh kalangan bisa mengakses vaksin bayi secara lengkap. Tapi sekarang, hampir semua jenis vaksin yang disarankan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sudah bisa diakses secara murah di puskesmas. Jadi pelayanan vaksin bisa menjangkau hingga masyarakat kelas bawah.
Selain vaksin, kepedulian pemerintah terhadap perkembangan anak-anak juga meningkat. Misalnya saja soal stunting, yang semakin sering disebut oleh pemerintah sekarang. Jika pemerintah semakin peduli terhadap perkembangan anak-anak, dan memberikan solusi penanganan yang menyeluruh, tentu akan berdampak panjang pada masa depan negara. Karena anak-anak inilah yang nantinya akan meneruskan pembangunan dan pengembangan negara ini. Semoga pelayanan kesehatan ini akan terus membaik dan menjangkau seluruh kalangan masyarakat ya.
Soal pendidikan juga cukup menjadi concern saya. Sudah beberapa tahun anak saya mulai masuk sekolah, jadi saya sedikit banyak mulai melihat beberapa masalah dalam sistem pendidikan. Salah satunya adalah kurikulum yang terus berganti. Saya tahu memang jaman terus berubah, kurikulum juga mungkin perlu berubah disesuaikan dengan kondisi jaman. Tapi perubahan drastis jika dilakukan terlalu sering tentu akan membingungkan bagi orang-orang di lapangan, terutama guru. Kalau gurunya bingung, bagaimana bisa mendidik siswanya? Apa tiap ganti menteri pendidikan juga kurikulumnya ikut ganti? Pusing nggak tuh?
Kesejahteraan para guru juga masih sering menjadi perbincangan. Padahal, supaya siswa dapat belajar dengan baik, gurunya harus sejahtera dulu. Bayangkan bila guru tidak mendapat gaji yang layak, guru tersebut harus mencari sampingan untuk memenuhi kebutuhan. Apa guru itu bisa mengajar dengan sungguh-sungguh? Lalu apa akan terus ada yang mau menjadi guru jika gaji yang didapatkan tidak layak? Jika tidak ada guru berkualitas, bagaimana bisa menghasilkan siswa yang berkualitas?
Sistem penerimaan siswa baru juga saya lihat cukup berantakan. Penerapan sistem zonasi yang tujuan awalnya untuk pemerataan pendidikan, nyatanya malah menyulitkan siswa dan jadi celah untuk banyak terjadi kecurangan. Syarat pendaftaran siswa yang dihitung berdasarkan jarak rumah ke sekolah tidak didukung sebaran sekolah yang merata. Akhirnya siswa pintar pun bisa saja sulit mendaftar sekolah jika tidak ada sekolah yang dekat dengan rumahnya. Masih perlu banyak pembenahan jika sistem ini ingin diteruskan. Padahal pendidikan wajib bisa menjangkau masyarakat dari seluruh kalangan.
Penutup
Meski saya menuliskan harapan-harapan pada pemimpin Indonesia nantinya, namun saya tetap tidak mau terlalu banyak berharap. Karena semakin banyak kita berharap pada manusia, akan semakin mudah juga kita untuk kecewa.
Pada akhirnya, daripada terlalu banyak berharap pada presiden baru, saya lebih memilih untuk berdoa pada Allah SWT supaya pemimpin Indonesia nantinya akan menjadi pemimpin yang takut kepada-Nya. Karena pemimpin yang takut pada Tuhannya pasti akan selalu berusaha untuk berbuat baik demi kesejahteraan seluruh masyarakat dan menjauh dari hal-hal buruk yang bisa merugikan masyarakat secara umum.
Mari do'akan pemimpin terpilih kita. Angkat tangan dan panjatkan doa sebanyak-banyaknya, semoga pemimpin kita bisa memajukan negara ini, membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dan bisa menjaga perdamaian di negara ini. Aamiin..
Hehehe jadi ingat jaman dulu anak kecil banyak yang bercita-cita jadi presiden. Kayaknya karena berfikir presiden itu yang paling hebat. Makin kesini kayaknya makin berkurang yang punya cita-cita jadi presiden ya.
BalasHapusSetuju teh. Akses layanan kesehatan sebetulnya sudah semakin baik sekarang. Untuk pendidikan, melihat pengalaman alm Ibu saya sih, kesejahteraan guru itu meningkat juga sih. Tapi beliau PNS dan bertugad di ibukota provinsi. Kabarnya, guru-guru di banyak daerah. Apalagi non PNS, masih kurang sejahtera. Semoga pemimpin ke depan bisa memperhatikan isu ini juga ya
Semoga pemimpin terpilih adalah yang amanah dengan tanggung jawabnya. Aamiin
BalasHapus