Langsung ke konten utama

Perempuan dan Kesetaraan Gender

Beberapa waktu lalu sempat ada obrolan dengan beberapa anggota keluarga saya tentang SJW, atau singkatan dari Social Justice Warrior. Awalnya saya kurang paham apa itu SJW, tapi dari penjelasan papa yang saya tangkap adalah bahwa orang-orang yang merasa dirinya sebagai social justice warrior itu akan berusaha untuk menciptakan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan menghilangkan budaya patriarki.


Dari sebuah artikel yang saya baca, social justice warrior ini mulai ramai ketika tagar #bekaluntuksuami menjadi trending di twitter. Ada akun yang membagikan foto-foto bekal yang dibuat untuk suaminya sehari-hari. Menanggapi unggahan foto-foto tersebut, para "pejuang kesetaraan" berkomentar bahwa perempuan yang menyiapkan bekal untuk suami berarti dia adalah budak patriarki. Menurut mereka tidak seharusnya perempuan melayani laki-laki, dan perempuan ideal adalah perempuan yang tidak akan melakukan sesuatu untuk kebaikan atau kenyamanan laki-laki (meskipun itu suaminya sendiri).


Saya membaca artikel tersebut langsung merasa "waw, kok begini amat ya?" Malah papa saya bilang pernah melihat di medsos ada obrolan dari para komika (yang papa saya lupa siapa namanya), yang kurang lebih isinya "hati-hati loh kalau istri lo ikut-ikut SJW, lo nggak bakalan dimasakin lagi nanti." Hmmm.. Sebegitunyakah ingin "kesetaraan" antara laki-laki dan perempuan sampai jadi tidak mau memasak untuk suaminya? Karena saya seorang muslim, saya akan mengemukakan opini berdasarkan pengetahuan saya terhadap agama Islam ya. Saya tekankan dulu ya, tulisan ini isinya opini ya, pendapat pribadi saya. Pembaca setuju atau tidak setuju buat saya tidak masalah, karena ini hanya opini. 




Kewajiban Seorang Istri Untuk Taat Pada Suaminya


Yang saya tahu, seorang istri wajib untuk taat kepada suaminya, selama perintah suaminya tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rosul. Apakah kalau suami minta dibuatkan makanan itu bertentangan dengan aturan Allah dan Rosul? Tidak. Jadi kalau suami meminta kita memasak makanan untuknya, dan kita memang bisa melakukannya, sudah seharusnya kita taat bukan? Kecuali jika memang sangat memberatkan, seperti misalnya istri sedang sakit dan kesulitan berdiri tapi suami meminta istrinya memasak. Yaaa harusnya suaminya saja sih yang tahu diri. Hehe.. 


Saya tidak mencoba mengemukakan pendapat bahwa seorang istri layak diperintah melakukan segala jenis pekerjaan ya. Saya juga tidak setuju dengan suami yang memperlakukan istrinya seperti pembantu yang hanya bisa disuruh-suruh. Saya juga masih tidak suka jika mendengar ada yang berkata kalimat semacam "kamu buruan deh nikah, enak loh kalau sudah nikah nanti kan ada yang masakin, ada yang nyuciin baju." Kalimat tersebut menyiratkan seolah-olah setelah menikah istri akan jadi pelayan pribadi yang mengurusi segala kebutuhan suaminya. Padahal bukan itu kan esensi dari pernikahan. Kalau cuma mau ada yang masak dan cuci baju, nggak harus menikah sih. Cari ART dari penyalur juga bisa beres deh urusan makan dan baju kotor. Iya kan? 


Mungkin memang iya setelah menikah urusan memasak, mencuci baju, dan lainnya di kebanyakan rumah tangga akan dipegang oleh istri. Tapi itu harus dengan kesepakatan kedua belah pihak, istri dan suami harus sama-sama ridho. Istri punya hak juga kok untuk punya pendapat dan keinginan. Tinggal dikomunikasikan saja dengan suami. Ini kuncinya: komunikasi. Misalnya, istri keberatan untuk memasak, atau jenis pekerjaan lain apapun itu, bisa dikomunikasikan dengan suaminya kok. Kemukakan alasannya, minta pengertian suami, dan cari solusinya. Kalau suami ridho, aman. Yang jadi masalah adalah jika suaminya tidak ridho, itu bisa jadi penghambat bagi seorang istri mendapatkan surga. 


Komunikasi antara suami istri penting yaa. Kalau susah komunikasi langsung, sekarang pakai e-mail atau medsos bisa juga kok. 


Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


Ø£َÙŠُّÙ…َا امْرَØ£َØ©ٍ Ù…َاتَتْ ÙˆَزَÙˆْجُÙ‡َا عَÙ†ْÙ‡َا رَاضٍ دَØ®َÙ„َتِ الْجَÙ†َّØ©َ


“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854).


Buat istri, ridho nya suami itu segalanya sih kalau sepengetahuan saya. Kalau seorang istri taat kepada suaminya dan suaminya ridho kepadanya, InsyaAllah surga sudah dijanjikan oleh Allah. Tapi jika tidak taat pada suami, dan suami tidak ridho, ancamannya juga berat, langsung neraka. Ngeri bukan? 


Ketaatan kepada suami menurut saya tidak sama dengan menjadi budak patriarki. Taat pada suami itu bentuk penghormatan kepada suami, laki-laki yang mengemban tanggung jawab untuk memberikan kita istrinya kehidupan yang layak. Terlihat kan bahwa suami dan istri sama-sama mengemban tanggung jawab: suami wajib menafkahi istrinya lahir batin, istri wajib taat pada suami (selama masih dalam koridor agama Islam). Sama-sama berat kan. Jadi kalau suami bisa bertanggung jawab memberikan kita nafkah lahir batin, menurut saya sama sekali tidak salah jika kita sebagai istrinya memberikan penghormatan kepada suami yang sudah melaksanakan tanggung jawabnya. Tidak berarti kita menjadi budak patriarki kan? Kan sama-sama punya tanggung jawab. 


Keikhlasan Menjalani Peran Sebagai Istri


Beberapa waktu lalu saya menonton drama Korea berjudul Now We're Breaking Up. Di situ, ada cerita sampingan tentang ibu dari main lead character yang tiba-tiba menuntut cerai pada suaminya yang baru pensiun karena selama puluhan tahun merasa tidak pernah dihargai setelah melayani kebutuhan sehari-hari suaminya. Sang istri merasa terlalu banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan yang menurutnya tidak sebanding dengan apa yang dia dapatkan. Selama ini sang istri bertahan tidak menuntut cerai karena menjaga kehormatan suaminya yang adalah seorang guru. Jadi ketika suaminya sudah pensiun, barulah sangat istri mengajukan gugatan cerai karena merasa sudah tidak perlu lagi melindungi kehormatan suaminya sebagai seorang guru. 


Dari drama itu saya belajar bahwa, sangat diperlukan keikhlasan dalam menjalani peran sebagai seorang istri. Peran dan tugas yang dijalani sebagai istri, khususnya ibu rumah tangga, seringkali terasa membosankan dan melelahkan. Dan itu justru bisa menjadi pintu masuk bagi setan untuk menggoda para istri untuk "marah". Namun bila seorang istri bisa melakukan tugasnya dengan ikhlas dan mencintai semua yang dikerjakannya, tidak akan muncul rasa jenuh dan lelah, sehingga tidak ada celah bagi setan untuk masuk dan mengganggu ketenangan rumah tangga. 


Ikhlas memang sesuatu yang abstrak, dan tidak mudah untuk dikerjakan. Tapi yang telah saya pelajari dari pengalaman, untuk bisa ikhlas, jangan menggantungkan harapan terlalu tinggi pada manusia, tapi cukup hanya kepada Allah. Kalau kita mengharapkan balasan dari suami atas apa yang kita kerjakan sebagai istri, kita bisa mudah untuk kecewa. Seperti kisah di drama korea tersebut, sang istri marah karena pengorbanan yang dilakukan untuk suaminya selama puluhan tahun tidak mendapat balasan yang sebanding. Tapi coba kalau kita melakukan tugas sebagai istri dengan hanya mengharapkan balasan pahala dari Allah, insyaAllah tidak ada celah untuk merasa kecewa. Tidak mudah memang, tapi kita pasti bisa kok mengusahakannya, dengan semakin mendekatkan diri pada Allah SWT. 


Kunci Terpenting: Komunikasi


Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, kalau istri masih merasa keberatan dengan beberapa tugas atau pekerjaan rumah tangga, bisa kok dikomunikasikan dengan suami. Deep talk antara suami istri mengenai apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan, lalu cari solusinya bersama. Istri mengemukakan pendapat, begitu pula suami  sehingga bisa didapatkan "win win solution".


Contoh win-win solution, suami dan istri sama-sama melakukan pekerjaan rumah tangga

Misal ketika istri sungguh kesulitan menangani semua urusan rumah tangga sendiri sambil mengurus anak yang jumlahnya banyak, bisa minta tolong suami untuk mengambil alih sebagian pekerjaan rumah tangga, atau kalau memungkinkan bisa menggunakan jasa ART. Atau jika istri sebenarnya sangat ingin melakukan suatu pekerjaan lain selain "hanya" pekerjaan rumah, itu juga bisa dikomunikasikan dengan suami. Tujuannya supaya sama-sama bahagia menjalani peran dan tanggung jawabnya masing-masing.


Tapi yang harus diingat, istri dan suami masing-masing harus sadar betul terhadap tanggung jawab sesuai perannya. Suami harus sadar akan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga, istri pun harus menyadari tanggung jawabnya. Tidak boleh sampai ada keinginan yang mengesampingkan tanggung jawab tersebut. Misal istri ingin bekerja dan berkarir, dan saat berjalan ternyata karirnya menjadi sangat cemerlang sampai akhirnya tidak lagi mau menghormati dan taat pada suaminya. Suami pun sama, tidak dibenarkan untuk meninggalkan tanggung jawab utamanya sebagai kepala keluarga. 


Penutup


Pada akhirnya, laki-laki dan perempuan tetap tidak bisa 100% disamakan, karena kodratnya memang berbeda. Di dalam islam pun tidak bisa disamakan antara perempuan sebagai istri dan laki-laki sebagai suami. Ada aturan mengenai peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Meskipun begitu, untuk hal-hal yang tidak diatur secara saklek sebenarnya masing sangat bisa untuk dikompromikan bersama antara suami istri. Perlu diingat bahwa islam sesungguhnya sangat memuliakan perempuan. Dalam salah satu bukunya, Buya Hamka pernah menuliskan betapa sebenarnya islam tidak merendahkan perempuan. 


Lalu sebagai perempuan, keinginan untuk maju dan berkembang tentu sangat baik. Juga keinginan agar perempuan diperlakukan lebih baik pun sangat dianjurkan. Tapi tetap tidak boleh melanggar batas atau aturan dalam islam. Perempuan berdaya, khususnya yang sudah menikah, tetap tidak boleh melupakan peran dan tanggung jawabnya sebagai istri. Jika istri dan suami sama-sama menjalankan peran masing-masing dan saling berkolaborasi dengan baik, InsyaAllah rumah tangga yang dijalani akan bahagia dan jauh dari gangguan setan. 




Komentar

Popular Posts

Garuda di Dada Timnas -> Salah??

Ada yang mempermasalahkan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas Indonesia. Padahal, timnas Indonesia sendiri lagi berjuang mengharumkan nama Indonesia di ajang Piala AFF 2010.  Ini 100% pendapat pribadi aja yah.. Apa sih yang salah dengan penggunaan lambang Garuda di kaos timnas? Bukannya dengan adanya lambang Garuda di dada itu berarti mereka yang ada di timnas bangga jadi Indonesia dan bangga bisa berlaga di ajang internasional dengan membawa nama Indonesia? Bukannya dengan membawa lambang Garuda di dada itu berarti mereka akan makin semangat untuk main di lapangan hijau karna membawa nama besar Indonesia? Dan itu berarti Bang BePe dan kawan2 itu akan berusaha lebih keras untuk membuat semua warga Indonesia bangga? Pernah liat timnas maen di lapangan hijau? Pernah liat mereka rangkulan sambil nyanyiin lagi wajib INDONESIA RAYA? Pernah merhatiin ga kalo mereka sering mencium lambang Garuda yang ada di dada mereka setiap abis nyanyiin lagu INDONESIA RAYA? Pernah juga ga merha

Makanan Favorit di Setiap Masa "Ngidam"

Setelah bulan lalu saya gagal setoran karena kesulitan mencari waktu untuk menulis di sela-sela perubahan ritme kehidupan selama ramadan, bulan ini saya tidak mau lagi gagal setoran tulisan. Kebetulan tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah tentang makanan favorit.  Sebenarnya kalau ditanya apa makanan favorit saya, jujur bingung sih jawabnya. Karena saya bisa dibilang pemakan segala. Buat saya makanan hanya ada yang enak atau enak banget. Hehe… Jadi kalau disuruh memilih 1 makanan yang paling favorit sepanjang masa, ya susah. Makanya ketika beberapa minggu belakangan ini saya sering terbayang-bayang satu jenis makanan, saya jadi terinspirasi untuk menjadikan ini sebagai tulisan untuk setoran tantangan bulan ini. Iya, saya memang sedang sering ngidam. Ngidam kurang lebih bisa diartikan keinginan dari seorang ibu hamil terhadap sesuatu, umumnya keinginan terhadap makanan. Ngidamnya setiap ibu hamil juga beda-beda, ada yang ngidamnya jarang tapi ada juga yang sering

Mama sang Wonder Woman

Mama adalah segalanya.. Mama adalah Wonder Woman terhebat yang pernah ada di dunia ini.. :) Di keluargaku, dan sepertinya juga hampir sebagian besar keluarga, mama merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam urusan rumah. Segala urusan rumah dari mulai cuci baju, cuci piring, bersih-bersih rumah, masak, dan sebagainya itu semuanya mama yang urus.. Anggota keluarga yang lain seperti suami dan anak-anaknya mungkin juga ikut membantu, kadang bantu mencuci, bersih-bersih, ato urusan rumah lainnya. Tapi tetap saja kalau dihitung-hitung, pasti porsinya jauh sama yang biasa dikerjakan mama. Belakangan ini aku lebih sering ada di rumah. Dan dengan semakin seringnya ada di rumah, semakin aku mengerti sibuknya mama di rumah mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebagai seorang anak, pastinya sudah jadi kewajiban aku untuk bantu mama dalam mengurus rumah yang juga aku tinggali. Dengan aku sering ikut membantu mama melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, aku jadi tahu bah